Tempo.Co

Pembahasan RUU Perpajakan Akan Ditunda
Rabu, 28 November 2018
Ketua DPR Bambang Soesatyo merespon usulan Kadin Indonesia untuk menunda pembahasan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP), Rabu, 28 November 2018. Foto Dok. DPR

INFO DPR - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo merespon positif keinginan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang menyetujui penundaan pembahasan RUU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP). Penundaan itu berefek positif dalam perumusan daftar inventarisasi masalah (DIM). Sebab masih banyaknya subjek pajak yang belum terjangkau, seperti pada industri ekonomi digital.

Dikatakan Bambang Soesatyo dalam Gala Dinner Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Kadin Indonesia di Pendhapi Gedhe Balai Kota Solo, yang dihadiri oleh Walikota Solo FX Hadi Rudyatmo dan pengurus Kadin seluruh Indonesia, Senin, 26 November 2018, penyertaan hukuman kepada para pemungut pajak yang melakukan pelanggaran juga perlu dimasukan dalam RUU KUP.

“Karena setiap pelanggaran yang terjadi, tindak pidana bukan hanya pada si wajib pajak saja. Pasti selalu ada unsur kerjasama dengan pihak perpajakan. Perumusan sanksi hukumnya harus dilakukan secara mendalam, tidak bisa sembarangan dan asal-asalan,” ujarnya.

Penundaan pembahasan RUU KUP bukanlah sebuah kemunduran. Melainkan menjadi pijakan yang kuat agar pembahasannya bisa dilakukan secara komprehensif, tidak terburu-buru dan bisa menjawab berbagai permasalahan seputar perpajakan. Terutama, dalam hal tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban yang lebih sederhana.

“Jangan sampai orang mau bayar pajak, malah dipersulit karena aturannya ‘njelimet’. Kita ingin jadikan membayar pajak sebagai sebuah lifestyle yang menunjukan kebanggaan. Disisi lain, pemerintah juga harus transparan dalam penggunaan uang rakyat yang dipungut dari pajak. Jangan sampai rakyat sudah rela memberikan uangnya, malah di korupsi dan jadi bahan bancakan,” tutur Bamsoet.

Fokus RUU KUP adalah bagaimana menuntaskan reformasi perpajakan yang lebih tranparan dan akuntabel. Bukan sekadar meningkatkan penerimaan negara melalui pajak, melainkan juga memberikan jaminan dan kepastian hukum yang menyeluruh.

Data Kementerian Keuangan menunjukan realisasi penerimaan pajak setiap tahun meningkat. Pada 2015 jumlahnya mencapai Rp 1.055 triliun, pada 2016 menjadi Rp 1.105 triliun. Kemudian, 2017 meningkat menjadi Rp 1.339 triliun. Per 31 Agustus 2018, jumlahnya sudah mencapai Rp 799,47 triliun dari target Rp 1.424 triliun sampai akhir 2018.  (*)