INFO DPR - Anggota Komisi XI DPR RI Johnny G. Plate mengatakan data harta Warga Negara Indonesia (WNI) yang tersebar di luar negeri sebesar Rp 11.000 triliun tidak valid lagi. Sebab, menurut Johnny, Senin, 4 Maret 2019 di Gedung DPR, data tersebut disampaikan pemerintah sebelum Undang-Undang (UU) Tax Amnesty selesai.
“Karenanya data 11 ribu triliun sudah tidak valid lagi dengan situasi saat ini,” kata Johnny.
Menurut Johnny, UU Tax amnesty memiliki aturan yang sangat keras. Yang pertama adalah menjaga laporan pribadi data tax amnesty. Sehingga Johnny yakin jika tidak mungkin pemerintah membuka data tersebut.
“Karena data itu dijamin oleh undang-undang,” katanya.
Selain syarat itu, ada ketentuan lain yaitu, UU Tax Amnesty mengatur sanksi yang sangat keras bagi WNI yang tidak mengikutsertakan hartanya atau belum melaporkannya dalam tax amnesty.
“Kalau ketahuan ada WNI yangmenyebunyikan hartanya atau belum melaporkan hartanya, sanksinya sangat berat, bisa bangkrut. Pinaltynya 100 persen lebih, bisa habis hartanya,” kata Johnny.
Sehingga dikatakannya, jika terjadi sinyalemen harta WNI di luar negeri mencapai Rp 11 ribu triliun maka hal itu adalah kebohongan. Apalagi nilai Rp 11 ribu triliun itu hampir setara dengan nilai pinalty.
“Jika sampai ada sinyalemen Rp 11 ribu triliun, yang satu itu kebohongan abad sekarang dan yang kedua kalau itu betul, Rp 11 ribu tiliun itu hampir setara dengan pinaltynya,” ucap dia.
Menurut Johnny saat ini yang penting diselesaikan adalah pembayaran pajak oleh warga negara Indonesia yang ada di Indonesia ataupun di luar negeri. Sebab, harapannya Indonesia memiliki kekayaan yang tersebar di seluruh dunia sehingga tidak menjadi negara yang terpencil.
“Kalau semua harta ada di Indonesia, maka negara ini akan terpencil, terisolasi. Kita mau Indonesia punya harta di seluruh dunia. Kita mau Indonesia ini punya harta di seluruh dunia, supaya mereka mau punya usaha di seluruh dunia. Itulah namanya globalisasi. Jangan dibolak-balik, di satu sisi ingin globalisasi di sisi yang lain berfikir autarki,” kata dia. (*)