INFO DPR - Sebagaimana disampaikan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo dalam pidato pembukaan Masa Persidangan IV, di Rapat Paripurna, awal pekan lalu, setidaknya ada dua pertemuan penting yang harus dihadiri parlemen Indonesia dalam pertemuan internasional. Dua pertemuan penting itu adalah Sidang Organisasi Parlemen Negara-Negara OKI atau PUIC (Parliamentary Union of OIC member states) ke-14 di Maroko, pada 11-14 Maret 2019. Kemudian Sidang Organisasi Persatuan Antar-Parlemen (IPU) di Qatar pada 6-10 April 2019.
Kepala Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI Nurhayati Ali Assegaf memastikan bahwa dirinya akan hadir dalam dua pertemuan internasional tersebut. Dalam penjelasannya di ruang kerjanya di Gedung DPR, Rabu, 6 Maret 2019, Nurhayati mengatakan bahwa dalam pertemuan PUIC akan disampaikan emergency item tentang kondisi masyarakat Uighur di Cina. Organisasi parlemen dari negara-negara islam dunia akan mempertanyakan perilaku China terhadap masyarakat Uighur karena telah memberlakukan camp edukasi terhadap masyarakat islam di China.
“Tidak hanya penjelasan, kita minta negara OKI mempertanyakan masalah ini ke China. Apalagi yang akan kita perbuat, kan menghentikan, mempertanyakan, meminta untuk tidak memberlakukan itu akan tetapi memperlakukan masyarakat muslim di situ secara adil,” tutur Nurhayati Ali Assegaf.
Sementara itu, dalam pertemuan di IPU, Nurhayati Ali Assegaf yang juga menjabat sebagai Presiden International Humanitarian Law mengundang parlemen untuk melihat persoalan yang dihadapi Rohingya dan mempertanyakan isu tersebut ke parlemen Myanmar.
Persoalan diskriminasi terhadap masyarakat muslim yang terjadi di China dan Myanmar sengaja dibahas di dua pertemuan internasional itu lantaran dua masalah kemanusiaan tersebut telah menjadi isu Indonesia dan di dunia.
“Karena di International Humanitarian Law tidak pernah ada perbedaan antara masyarakat islam dengan non islam. Tetapi karena kebetulan memang isunya. Ini menjadi isu dunia, bukan menjadi isu masyarakat Indonesia,” kata Nurhayati Ali Assegaf.
Apalagi, imbuhnya, Indonesia dikenal dunia sebagai negara demokrasi terbesar ketiga dengan mayoritas penduduk muslim. Kondisi itu menjadi konsekuensi logis sehingga Indonesia memberikan perhatian khusus terhadap persoalan kemanusiaan bagi warga Uighur di China dan masyarakat muslim di Myanmar. (*)