Tempo.Co

Labelling Negatif Pengaruhi Semangat Anak
Kamis, 14 Maret 2019
Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Sarawasti Dhirakanya Djojohadikusumo menyanyangkan masih adanya penggunaan atau labelling berkonotasi negatif seperti "anak remaja nakal", "anak jalanan" dan "anak cacat" pada anak bermasalah, anak yang terlantar dan anak

INFO DPR - Anggota Komisi VIII DPR RI Rahayu Sarawasti Dhirakanya Djojohadikusumo menyayangkan masih adanya penggunaan atau labelling berkonotasi negatif  anak remaja ‘nakal’ atau ‘anak jalanan’ dan ‘anak cacat’ pada anak bermasalah, anak yang terlantar dan anak disabilitas. Menurut Rahayu, labelling tersebut akan berpengaruh pada pikiran bawah sadar yang diterima anak dari lingkungannya. Labelling negatif tidak akan meningkatkan semangat dari anak tersebut, sebaliknya akan menyurutkan semangat mereka.

“Tidak ada anak yang anak dilahirkan nakal, saya yakin kita semua sepakat. Kita harus satu pandangan terlebih dahulu bagaimana anak seperti itu seringkali bukan karena kesalahannya sendiri,  tetapi karena salah bimbingan atau orang tuanya tidak ada," kata Rahayu dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VIII DPR RI ke Panti Pelayanan Sosial Anak "Mandiri" Semarang,  Jawa Tengah, Selasa, 12 Maret 2019.

Dalam hal ini, adanya perbuatan menyimpang dari anak juga disebabkan kurangnya pendidikan yang memadai serta pengawasan orang dewasa. Sehingga diperlukan perubahan paradigma dimana perspektif anak sebagai korban semestinya dikedepankan sehingga sejalan dengan paradigma pendidikan inklusif.

“Karena itu harus ada training dan peningkatan kualitas dari semua aparat, baik dari PNS dan pengurus yang bekerja di lembaga yang terkait dengan anak. Jadi,  memang harus ada upaya dari atas dan lintas sektoral, sehingga tidak ada lagi penggunaan labelling itu,” ucap dia.

Selain itu, negara sebagai wali bagi anak yang terlantar dan anak bermasalah perlu memikirkan bagaimana cara menciptakan suatu kemandirian bagi mereka. Adanya upaya paska binaan atau rehabilitasi, sehingga mereka bisa keluar dari lingkaran kemiskinan.

“Kita harus mengubah mindset kita dari pencari pekerjaan menjadi penciptaan lapangan pekerjaan, paradigma ini yang harus diubah. Sebab itu,  kenapa tidak ada koordinasi yang baik antar lembaga seperti UMKM bekerjasama dengan Kementerian Sosial, sehingga pada saat mereka keluar dapat membuka usaha kecil," ujar Rahayu. (*)