Tempo.Co

Ongkos Produksi di Indonesia Tinggi
Senin, 18 Maret 2019
Ongkos produksi yang dinilai masih tinggi, membuat para investor di dalam negeri berlarian ke luar negeri.

INFO DPR - Ongkos produksi di Indonesia dinilai masih tinggi. Kondisi ini, kata Wakil Ketua Komizi XI DPR RI Achmad Hafisz Tohir, membuat para investor di dalam negeri enggan membuka kesempatan usaha di luar negeri dan memilih mencari peruntungan ke luar negeri.

“Walaupun regulasi sudah sangat baik disusun, ternyata implementasinya masih membutuhkan waktu dan pengalaman,” ujar Hafisz Tohir melalui pesan tertulis, Minggu, 17 Maret 2019.

Pernyataannya ini disampaikannya berkaitan dengan rilis Bank Dunia yang menempatkan Indonesia di peringkat ke-73 dunia dalam urusan kemudahan berinvestasi. Jika dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, Indonesia bukan menjadi negara yang dipilih dalam hal menarik investor.

Menurut Hafisz Tohir, kebanyakan dari negara-negara ASEAN mampu bersaing karena ongkos produksinya rendah. Regulasinya juga tidak berbelit, sehingga memurahkan biaya produksi. Untuk biaya buruh di Thailand, Vietnam, dan Filipina jauh lebih murah, sehingga jadi sasaran investor.

Dia menyebutkan catatan penting terkait iklim investasi di dalam negeri. Di antaranya tiket pesawat di Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara ASEAN lainnya. Belum lagi harga gas, listrik, dan telepon jauh lebih mahal daripada negara-negara tetangga. 

“Sementara di Indonesia sendiri suhu politik sedang tinggi jelang Pemilu. Ini menjadikan para investor bersikap wait and see," tuturnya.

Dalam rilis Bank Dunia disebutkan, Singapura berada di urutan kedua dalam urusan kemudahan berinvestasi tahun 2019. Pada urutan ke-15 ditempati Malaysia, Thailand berada di urutan 27, Brunei pada peringkat 54, dan Vietnam menempati nomor 59. (*)