INFO DPR - Anggota Komisi X DPR RI Arzetty Bilbina Setyawan mengapresiasi perkembangan industri ekonomi kreatif (ekraf) di Kota Surabaya beberapa tahun belakangan. Berbagai terobosan dan kebijakan Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini menurutnya menjadi salah satu faktor pendorong bangkitnya industri ekraf di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur ini.
“Bukan hanya memfasilitasi, tetapi pemerintah kota juga melibatkan diri untuk menjadi bagian dalam kebutuhan masyarakat saat mereka ingin menjadi seorang entrepreneur," ungkap Arzetty saat mengikuti Kunjungan Kerja Spesifik Komisi X DPR RI dalam rangka meninjau infrastruktur, sistem pendanaan, pendampingan dan hak kekayaan intelektual ekraf di Balai Kota Surabaya, Jawa Timur, Selasa, 19 Maret 2019.
Apresiasi ini bukan hanya bicara masalah permodalan saja, namun bagaimana cakupan pemasarannya yang dibutuhkan pada saat para pelaku Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) dalam membuat sebuah produk. Sehingga ketika produksi melimpah, tidak kebingungan mencari pasarnya.
“Pemkot Surabaya sendiri bisa memfasilitasi bukan hanya dalam lingkup pasar nasional, tapi juga hingga ke pasar dunia internasional," puji Arzetty.
Ia menambahkan, dirinya bangga sebagai bagian dari masyarakat Surabaya terkait perkembangan ekrafnya. Harapannya dengan adanya RUU tentang Ekonomi Kreatif yang sedang disusun Komisi X DPR RI dan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) akan membantu para pelaku entrepreneur dalam memperoleh kepastian hukum dan regulasi yang dibutuhkan.
Perihal permodalan ekraf di Surabaya ini cukup menarik, bagaimana Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini berhasil mengubah mindset masyarakat untuk tidak bergantung pada modal dalam bentuk uang. Tapi bagaimana Risma, panggilan akrab orang nomor satu di Surabaya ini mempertemukan antara para pelaku entrepreneur dengan dunia perbankan pada saat mereka membutuhkan permodalan.
“Beliau membangun mindset pada masyarakat bahwa ini bukan semata-mata langsung diberikan ikannya, tapi kailnya lebih dahulu agar mereka berusaha lebih dahulu. Yang penting dan utama itu kreativitas akan usaha apa yang ingin dibangun, ketika itu sudah bisa berjalan maka untuk memperoleh permodalan dari dunia perbankan menjadi sesuatu yang mudah. Itulah modal awal yang sesungguhnya," ujar Arzetty.
Arzetty terkesan dengan pemaparan Wali Kota Surabaya tentang kisah seorang mantan Tenaga Kerja Wanita (TKW) yang memulai usaha kacang goreng dari nol hingga kini membuat brand kacang "Tree-G" dengan omset ratusan juta rupiah.
“Bu Risma sendiri yang memberikan challenge (tantangan) pada mantan TKW untuk tidak kembali berangkat ke Taiwan dan negara lainnya walau dengan iming-iming gaji besar di sana. Mereka di-support untuk memulai usaha kuliner sesuai keahliannya,” ucap Arzetty.
Sementara itu, Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan, biasanya pegiat ekonomi kreatif memulai usaha lebih dulu sesuai kemampuan, hingga pada saatnya mereka mendapatkan pesanan dalam jumlah besar, barulah didorong mendapatkan dukungan dari perbankan. Pemkot Surabaya mencari solusi permodalan, hingga ada salah satu omset pelakunya saat ini ada yang sudah mencapai Rp 1 miliar.
Risma menekankan, jika permodalan dalam bentuk uang, sementara pelaku ekraf pemula belum punya gambaran jenis usahanya, serta bagaimana manajemen keuangan yang baik, mereka justru bisa terjebak pada utang bank. Sementara usahanya belum cukup berkembang sehingga belum siap.
Mengomentari tentang RUU Ekraf, menurutnya ke depan tidak perlu melahirkan lembaga baru lagi jika nantinya resmi menjadi Undang-Undang. Di daerah, kata Risma, belum perlu ada lembaga tersendiri karena akan membebani APBD.
“Adanya lembaga baru secara otomatis akan menambah biaya operasional Pemkot. Lembaga ini tidak perlu karena merupakan bagian dari perputaran ekonomi yang ada di daerah," kata Risma. (*)