INFO DPR - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo kembali menegaskan dukungannya agar tanggal 21 Mei ditetapkan sebagai Hari Nelayan Nasional. Penegasan oleh pemerintah diperlukan agar nelayan nasional bisa terayomi. Di sisi lain, juga menjadi pelengkap visi Presiden Joko Widodo menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia dan laut sebagai masa depan bangsa. Menurut Bambang ketika menerima Pengurus DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) di Ruang Kerja Ketua DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis, 21 Maret 2019, ada dua profesi pokok yang menjadi tiang profesi rakyat Indonesia, yaitu petani dan nelayan.
“Untuk petani sudah ada Hari Pangan. Jika tahun ini pemerintah bisa menetapkan 21 Mei sebagai Hari Nelayan Nasional, maka akan semakin menguatkan posisi nelayan dalam menyangga pembangunan. Sekaligus menjadi lembaran baru bagi negara dalam memajukan nelayan nasional," ujarnya.
Pengurus DPP HNSI yang hadir antara lain Mayjen TNI Marinir (Purn) Yusuf Solihin (Ketua Umum), Anton Leonard (Sekretaris Jenderal), Khrisna Kamil (Bendahara Umum), Secarpiandy (Ketua Bidang Hukum dan Perlindungan Nelayan), Fredy Aronggear (Departemen Penyerasian Antar Wilayah), Bustami Mahyudin (Departemen Perikanan Tangkap), Rico Menayang (Departemen Pengembangan Bisnis Perikanan), Estiana Fitriana (Departemen Investasi dan Pendanaan) dan Esti Purnawinarni (Departemen Pendidikan, Pelatihan, dan Penyuluhan).
Ketua DPR yang dalam kesempatan tersebut resmi diangkat menjadi Ketua Dewan Penasihat HNSI, mendorong HNSI bisa menjadi mitra kerja aktif bagi DPR RI dan pemerintah. Khususnya, yang diwakili oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) serta Komisi IV DPR RI yang membawahi bidang pertanian, pangan, maritim dan kehutanan.
"Sebagai mitra kerja aktif pemerintah, HNSI bisa menjembatani kepentingan nelayan dengan Pemerintah. Sedangkan sebagai mitra strategis DPR RI, HNSI bisa memberikan masukan dalam pembahasan berbagai undang-undang, maupun dalam mengevaluasi kinerja pemerintah yang menyangkut nasib nelayan dan kemaritiman," tuturnya.
Bambang Soesatyo menyontohkan saat KKP mengeluarkan berbagai kebijakan yang menuai polemik di kalangan nelayan, posisi HNSI jangan hanya pada sikap pro atau kontra saja. Tetapi, harus bisa memberikan solusi penyelesaian.
"Seperti pada pelarangan penggunaan cantrang maupun larangan penangkapan dan pengeluaran lobster, kepiting dan rajungan dari wilayah Indonesia. Kedua kebijakan tersebut punya maksud yang baik, hanya saja memang implementasinya di lapangan menyebabkan polemik yang berkepanjangan. HNSI jangan terjebak pada pro dan kontra, melainkan harus bisa memberikan masukan dan kritik yang solutif," ujarnya.
Ketua Umum HNSI Mayjen TNI Marinir (Purn) Yusuf Solihin menjelaskan, HNSI selalu siap bekerjasama dengan pemerintah dan DPR RI. Dalam pelarangan cantrang, misalnya, berkat perjuangan HNSI akhirnya KKP mencabut larangan tersebut. Dengan demikian, nelayan bisa kembali melaut dan menafkahi keluarganya. HNSI juga mendorong Kementerian Kelautan dan Perikanan menyiapkan alat tangkap pengganti cantrang yang lebih ramah lingkungan, sehingga kelak jika cantrang dilarang, nelayan sudah siap.
"Kami juga memahami tujuan baik pemerintah menjaga agar lobster, kepiting, dan rajungan tidak punah. Karena itu, sebaiknya yang diatur adalah ketentuan beratnya dan jantan atau betinanya, mana yang boleh ditangkap dan tidak boleh. Jangan malah justru dilarang tangkap sama sekali. Karena, jika tidak diambil oleh nelayan nasional, hal tersebut memberikan kesempatan kepada jaringan mafia menyelundupkannya ke luar negeri. Akhirnya nelayan kita jugalah yang rugi," jelas Yusuf. (*)