INFO DPR - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan kenaikan harga pangan masih menjadi pola yang belum terpecahkan dalam sistem produksi nasional. Ketika musim tanam, harga-harga naik dan menyebabkan masyarakat terpukul. Keluhan serupa karena harga yang tidak stabil ini akan dialami petani ketika musim panen.
“Ini dilema. Dan sejak zaman dulu tidak ada yang bisa menyelesaikannya, sampai sekarang sepertinya tidak ada jalan. Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian selalu berbeda pendapat karena harga pangan itu sensitif karena terkait dengan perhitungan angka kemiskinan yaitu kandungan kalori makanan per kapita masyarakat kita,” kata Fahri di Gedung DPR, Senin, 8 April 2019.
Fahri menilai, pola yang tidak berubah ini menjadi bukti kegagalan pemerintah karena tidak sanggup memberikan kepastian kepada konsumen. Di satu sisi, pemerintah juga tidak bisa memberikan kepastian agar harga beras dan gabah tidak jatuh harga. Sehingga ada insentif menanam bagi para petani.
“Supaya orang-orang tetap mau menjadi petani. Supaya orang tidak menjual sawahnya untuk kepentingan industri sehingga terjagalah produksi nasional. Itu yang seharusnya menjadi tugas pemerintah. Kalau gagal, kita menyalahkan pemerintahnya, bukan menyalahkan petani,” kata dia.
Gudang Badan Urusan Logistik (Bulog) saat ini tidak relevan lagi menjadi andalan. Sebab, sekarang Bulog tidak lagi menjadi satu-satunya ‘pemain’ dalam menyimpan stok pangan.
“Dulu, selalu yang disalahkan Bulog. Begitu harga ditetapkan Bulog yang kita salahkan karena ada gudangnya. Dan saat ini pun masih ada gudanganya. Sekarang ada pemain swasta yang mempermainkan harga sehingga Bulog jadi tidak relevan,” katanya.
Oleh karena kondisi itu, agar tidak banyak ‘pemain’ melakukan penumpukan barang, Fahri mengusulkan agar stok barang pangan dikembalikan kepada Bulog. Sehingga jelas siapa yang bertanggung-jawab. (*)