Tempo.Co

DPR Angkat Bicara Soal Kasus Audrey
Kamis, 11 April 2019
Badan Keahlian DPR RI menerima kunjungan penasehat dan tenaga ahli Partai Buruh Autralia.

INFO DPR - Wakil Ketua Komisi III DPR RI Erma Suryani Ranik mengapresiasi langkah Polresta Pontianak menangani kasus Audrey, menggunakan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). UU SPPA menyebut definisi anak adalah mereka yang sudah lewat 12 tahun, tapi belum 18 tahun. UU SPPA memiliki konsep yang sangat bagus dan tepat, yakni membedakan anak yakni pelaku tindak pidana, korban dan saksi suatu tindak pidana.

“Selain itu dalam UU ini juga mengandung prinsip keadilan restoratif yakni mencari solusi untuk memperbaiki, rekonsiliasi dan menentramkan hati yang tidak berdasarkan pembalasan. Selain itu ada prinsip diversi, yakni pengalihan proses penyelesaian perkara dari proses pidana ke proses di luar peradilan pidana,” kata Erma secara tertulis, Kamis, 11 April 2019. 

Dalam kasus Audrey, tindak pidana yang dituduhkan pada pelaku adalah penganiayaan yakni pasal 351 ayat 1. Jika terjadi penganiayaan berat, maka ancaman hukuman maksimal 5 tahun. Terkait isu yang menyebutkan pelaku merusak kelamin korban, menurutnya harus dibuktikan di depan sidang pengadilan. Apabila terbukti tentu hakim akan memberikan pertimbangan lain. Di sisi lain ia mengingatkan, UU SPPA mengatur bahwa vonis terhadap anak yang menjadi pelaku pidana harus dikurangi sepertiga dari jumlah hukuman, karena prinsip keadilan resoratif dan diversi dalam UU SPPA.

“Di sini saya ingin mengimbau agar masing masing pihak menahan diri. Korban, pelaku dan saksi dalam kasus Audrey ini adalah anak-anak. Mereka semua harus dibimbing dan dipulihkan. Mereka masih anak-anak. Negara sudah mengatur urusan pidana anak dengan sangat baik. Mari kita dukung Polri, Komisi Perlindungan Anak Daerah, anak dan orang tua agar dapat duduk bersama mencari solusi terbaik bagi semua,” ujar Erma.

Sementara terkait pelaku, politisi asal dapil Kalimantan Barat ini mengingatkan bahwa UU SPPA mengatur bahwa apabila pelaku berusia diatas 14 tahun, dan apabila melakukan tindak pidana dengan ancaman di atas 7 tahun atau lebih, maka pelaku ini dikenakan pidana berupa peringatan dan pidana dengan syarat (pembinaan di luar Lembaga Permasyarakatan).

Terlepas dari kasus hukum dalam persoalan ini, dia menilai pendampingan psikologis terhadap Audrey sebagai korban harus dilakukan dengan maksimal, agar tidak muncul trauma ke depannya. Sebab korban masih berusia sangat muda.

"Korban harus dibimbing agar bisa tetap tegar melanjutkan hidupnya setelah pulih kondisi fisik dan psikisnya," tutur dia.

Diketahui dalam pemberitaan, terjadi pengeroyokan terhadap siswi SMP bernama Audrey oleh 12 siswi SMA di Pontianak. Kasus ini menjadi viral dan menjadi trending topic di media sosial, hingga muncul tagar #JusticeForAudrey. Hingga berita ini diturunkan, Polresta Pontianak telah menetapkan tiga tersangka, dengan ancaman hukuman 3,5 tahun penjara. (*)