Tempo.Co

Revisi UU Pemilu Berimplikasi pada Amandemen Konstitusi
Senin, 29 April 2019
Anggota komisi XI DPR Johnny G.Plate mengatakan dana Rp 11.000 triliun di luar negeri adalah perkiraan sebelum tax amnesty. Senin, 4 maret 2019

INFO DPR -  Anggota Komisi XI DPR RI Johny G Plate mengatakan rencana revisi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu harus dipertimbangkan dengan matang. Sebab, revisi UU Pemilu akan berimplikasi pada amandemen terhadap konstitusi Indonesia.

“Kalau mengevaluasi secara keseluruhan kita setujui banyak hal yang baik dan banyak juga yang kurang dan harus diperbaiki. Itu setuju, mari kita evaluasi. Lalu nanti dilihat apakah evaluasi juga perlu dilakukan amandemen terhadap konstitusi, apakah dibutuhkan?,” ujarnya di Gedung DPR RI, Kamis, 25 April 2019.

Dia mengingatkan bahwa pemilu serentak ini mandat putusan Mahkamah Konstitusi (MK). Mandat itu tidak bisa yang bisa diubah melalui undang-undang. Akan tetapi hanya bisa melalui amandemen UUD. Pertanyaan lain yang juga mengemuka menurut Johny adalah seberapa penting mengubah undang-undang pemilu.

“Apakah undang-undangnya yang perlu diperbaiki? Setiap pemilu kita melakukan revisi undang-undang.  Dan kita bergerak dari kelebihan UU Pemilu yang satu ke kelebihan undang-undang yang lain. Kita bergerak dari kelemahan undang-undang yang satu ke kelemahan undang-undang  yang lain. Kapan undang-undang kita itu teruji dengan baik?. Tidak akan bisa kalau setiap Pemilu kita ganti undang-undangnya,” kata Johny.

Pemikiran lainnya, kata Johny adalah melakukan perubahan cukup di aturan pelaksanaannya saja. Agar pemilu dan kelemahan yang terkait dengan undang-undang itu bisa diperbaiki. Banyak hal teknis yang bisa diselesaikan dengan aturan pelaksana.

Dia menyontohkan bagaimana banyak petugas KPPS yang jatuh sakit bahkan korban jiwa karena kelelahan. Solusi yang dilakukan terkait musibah itu adalah dengan memperbanyak jumlah Tempat Pemungutan Suara (TPS). Semula TPS berjumlah 800 ribu, namun ditambah dua kali lipat menjadi 1,6 TPS. Agar waktu kerja petugas KPPS dan durasi rakyat untuk mencoblos lebih singkat.

“Kalau dikhawatirkan dengan diperbanyak TPS maka saksi akan menjadi banyak, double-kan saksi pengawas, dibiayai oleh APBN. Bisa diselesaikan di tingkat itu. Bahkan kalau lebih banyak TPS lebih baik bagi pemilih, karena menjangkau pemilih lebih cepat,” kata dia.

Dia mengakui jika semua perubahan dalam pemilu akan berimplikasi pada biaya.  Sebab demokrasi mahal harganya.

Dia  mengingatkan jika melalui putusan MK yang meletakkan pemilihan serentak adalah salah satu argumennya adalah efisensi jalannya pemerintahan, di samping efisiensi pemilihan umum. Oleh karena itu harus diuji dulu apakah telah menghasilkan pemerintahan yang efektif dan efisien.

“Pemerintahannya saja belum mulai bagaimana kita mau menilai,” ujarnya.

Oleh karena itu, menurutnya masukan-masukan oleh masyarakat, pengamat, dan tokoh-tokoh adalah hal yang baik untuk mengkritisi jalannya pemilihan umum. Oleh karena itu secara keseluruhan dilakukan perbaikan untuk legislasi primer.

“Saat ini yang perlu dilakukan adalah undang-undang kita perlu kita uji untuk beberapa kali pemilihan umum. Sehingga kita betul-betul tahu kelemahannya pada saat merevisinya dengan perspektif jangka yang lebih panjang,” kata Johny. (*)