Tempo.Co

Pasokan Listrik di Jawa Timur Belum Merata
Kamis, 02 Mei 2019
Anggota Komisi VII DPR RI Tifatul Sembiring menyoroti belum meratanya pasokan listrik di Provinsi Jawa Timur.

INFO DPR - Anggota Komisi VII DPR RI Tifatul Sembiring menyoroti pasokan listrik di Provinsi Jawa Timur yang belum merata. Kendati pasokan listrik telah mencapai 90 persen namun, beberapa daerah di Pulau Madura, di kawasan barat dan timur serta wilayah Pantai Utara (Pantura) Jawa yakni Bondowoso belum menerima pasokan listrik.  

Hal ini disampaikan Tifatul usai mengikuti pertemuan Tim Kunjungan Kerja Reses Komisi VII DPR RI dengan Pejabat Eselon 1 Kementerian ESDM, Kepala SKK Migas, Kepala BPH Migas, Direksi PT Pertamina, PT PLN, PT PGN, KKKS, dan Kepala Dinas ESDM Jawa Timur, di Surabaya, Jatim, Senin, 29 April 2019.

“Kita berharap pasokan listrik untuk Madura dan Bondowoso dipenuhi secara merata,” ucap Tifatul.

Dikatakannya, memberikan suplai listrik untuk seluruh masyarakat merupakan azas keadilan yang harus ditegakkan. Apalagi saat ini listrik telah menjadi kebutuhan dasar bagi masyarakat. Oleh karena itu, dia mendorong pemerintah bersama PLN untuk melakukan evaluasi agar Jawa Timur sebagai daerah penyuplai listrik juga dapat memenuhi kebutuhan listrik warganya.

“Kita evaluasi terus. Artinya secara bertahap ada perkembangan. Saat ini beban puncak di Jawa ini banyak dipasok juga dari Jawa Timur, semuanya sudah ter-interkoneksi se-Jawa Bali dan Madura. Jangan sampai produk listrik dari Jawa Timur ini besar, tetapi malah justru dikirim ke daerah lain,” kata dia.

Selain itu, ia turut menyoroti besaran tarif listrik untuk kategori pedagang kecil. Ia melihat masih ada pedagang beromzet kecil yang dikenakan tarif listrik layaknya pedagang yang berjualan di pusat perbelanjaan atau hotel yang punya modal besar. Hal tersebut dinilai memberatkan, karena biaya operasional pedagang menjadi lebih tinggi. Sehingga perlu ada evaluasi dari PLN untuk memastikan besaran tarif listrik yang sesuai bagi para pedagang kecil.

“Itu harus diperhatikan di bagian distribusi, bisa memisahkan dengan melihat dagangannya. Mungkin berjualan kain batik, itupun bukan batik besar-besaran. Atau mungkin dagangannya sekedar toko obat. Nah kalau disamakan tarifnya dengan tarif di mall, restoran atau hotel, yang kecil-kecil ini lumayan berat buat mereka,” tutur Tifatul Sembiring. (*)