INFO DPR - Pengoperasian New Yogyakarta International Airport (NYIA) didesak agar ditunda, bahkan dibatalkan. Penyebabnya, kata Anggota Komisi V DPR RI Bambang Haryo Soekartono secara tertulis, Rabu, 1 Mei 2019, lokasi bandara yang dibangun di kawasan Kabupaten Kulon Progo itu sangat rawan gempa bumi.
“Harus dibatalkan rencana kepindahan bandaranya. Bangunannya pun harus dibongkar karena area di lokasi pembangunan bandara tersebut sangat rawan terhadap bencana,” tegas Bambang.
Sesuai Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2012, wilayah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi terhadap bencana, tidak boleh dibangun objek vital nasional. Bambang menyebut, ketika Yogyakarta diguncang gempa 5 Skala Richter (SR) beberapa waktu lalu, tanahnya bergelombang seperti ombak. Tanah di kawasan itu juga mudah bergerak, sehingga berpotensi likuifaksi.
Di lokasi konstruksi bandara NYIA merupakan area yang dekat dengan jalur lempeng selatan yang disebut Indo-Australia, dan kerap mengalami gempa megathrust.
“Saat saya tanyakan kepada Pak Menteri, dijawab pihaknya telah menghitung kekuatannya untuk tahan gempa. Padahal dampak megathrust di atas 10 SR itu berpotensi tsunami dengan ketinggian yang luar biasa,” tuturnya.
Tingkat kerawanan bencana itu dapat merugikan proyek yang nilainya lebih dari Rp10 triliun dan membahayakan publik. Hasil studi dari seorang profesor di Jepang, lanjut Bambang, dengan gempa 8 SR berpotensi ombak tsunami dengan ketinggian 12 meter di sisi terminal.
“Dan ini sudah pernah terjadi 300 tahun lalu, dengan ketinggian yang lebih dari itu. Sementara Kemenhub berkilah, bandara tersebut telah menyiapkan ruangan di lantai 15 untuk evakuasi,” kata Bambang.
Bambang mengusulkan pemikiran lain jika pembangunan tetap dilakukan yakni membangun tembok di dalam laut. Dengan tembok dalam di lautan, tanah di sekitarnya tidak akan bergeser ke arah pantai. Namun dia perkirakan, biaya yang dihabiskan untuk pembangunan itu sangat besar dan tetap tidak akan sebanding dengan nyawa publik yang tidak ternilai. (*)