Tempo.Co

Komisi IV Dorong Pembentukan Badan Pangan Nasional
Sabtu, 21 Mei 2016
Kelembagaan pangan sudah seharusnya segera dibentuk sesuai dengan mandat UU Pangan.

Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Daniel Johan mendorong pemerintah agar segera membentuk Badan Pangan sesuai dengan amanah UU tentang Pangan. Hal ini terkait dengan masih carut marutnya pengelolahaan manajemen pangan di Indonesia baik di level distribusi dan kontrol terhadap harga pasar.

“Kelembagaan pangan sudah seharusnya segera dibentuk sesuai dengan mandat UU Pangan. Hal ini sangat penting karena sampai saat ini ketiga lembaga pemerintah, yakni Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Bulog sendiri belum berkoordinasi dengan baik dalam mengambil keputusan impor pangan, meski Undang-Undang Pangan secara tegas memperketat kebijakan impor pangan,” ujar Daniel di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, 20 Mei 2016, seperti dilansir dari laman resmi DPR.

Menurut dia, keberadaan Badan Pangan sangat dibutuhkan tidak saja sebagai lembaga yang melakukan koordinasi, tetapi lebih dari itu, Badan Pangan dituntut harus mampu memiliki akurasi data dan menjadi lembaga yang mempunyai akses penuh terhadap hal-hal yang berkaitan dengan stok, distribusi, dan stabilitas harga.

Kata Daniel, pemerintah belum mempunyai tata kelola kelembagaan pangan yang mampu menjadi lembaga yang memiliki akses penuh terhadap stok, distribusi, dan menjaga stabilitas harga pangan. Pembentukan Badan Pangan Nasional merupakan solusi tepat untuk mengatasi persoalan itu. “Selain itu pemerintah juga harus memiliki data akurat yang dapat menjadi dasar penunjang dalam pengambilan sikap dan keputusan terkait masalah pangan nasional,” kata politisi F-PKB dapil Kalimantan Barat tersebut.

Daniel juga mengatakan bahwa kedaulatan pangan nasional juga dipengaruhi oleh pertumbuhan penduduk, dan infrastruktur pertanian yang rusak. Perkembangan kuantitas penduduk Indonesia membawa dampak pada perubahan kebutuhan dan produksi pangan nasional. Kebutuhan pangan akan bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk.

Kebutuhan lahan untuk aktivitas non-pertanian terus meningkat seiring dengan pertumbuhan penduduk. Akibatnya, terjadi konversi lahan pertanian menjadi non-pertanian. “Kondisi ini tentu bisa mengancam kemampuan produksi pangan nasional. Tetapi masalahnya bukan terletak pada ketiadaan perangkat hukum yang melindungi lahan sawah, melainkan lebih pada komitmen, keseriusan, dan kemampuan aparat negara dalam melaksanakan peraturan perundang-undangan yang ada,” katanya.