INFO DPR - Komisi II DPR RI bersama Ombudsman RI sepakat meminta pemerintah membatalkan rencana penunjukan wali kota Batam sebagai ex-officio BP Batam karena berpotensi terjadinya mal administrasi.
“Hal ini sudah sesuai kajian,” kata Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron ketika membacakan kesimpulan Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Ombudsman, di Gedung DPR RI, Senin, 13 Mei 2019. Dalam RDP ini juga dihadirkan Obligasi Ritel Indonesia (ORI), Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (KPBPB) Batam, Kamar Dagang Dan Industri (Kadin) Provinsi Kepulauan Riau dan Batam, Lembaga Kajian Universitas Gadjah Mada (UGM).
Selanjutnya, dalam kesimpulan ini pemerintah diminta agar membuat Peraturan Pemerintah mengenai hubungan kerja antara Pemerintah Kota Batam dengan Badan Pengusahaan (BP) Batam, KPBPB Batam. Agar diatur dengan jelas pembagian dan kewenangan dan mekanisme koordinasi antara Pemerintah Kota Batam dengan BP KPBPB Batam sesuai amanah UU No 53 Tahun 1999 junto UU No 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 360 ayat 4.
“Komisi II meminta kepada Pimpinan DPR RI untuk segera membentuk panitia khusus penyelesaian masalah Batam,”kata Herman Khaeron.
Menurut Herman ada tiga undang-undang dan satu PP yang bertabrakan dengan penunjukan wali kota Batam sebagai ex-officio BP Batam.
Sebelum kesimpulan ini diputuskan Anggota Ombudsman Laode Ida mengatakan jika rencana pemerintah mengangkat wali kota Batam sebagai ex-officio Kepala BP Batam dimunculkan tanpa kajian administratif.
“Solusinya, pemerintah membatalkan rencana penunjukan wali kota Batam sebaga ex-officio Kepala BP Batam. Pemerintah harus segera melakukan harmonisasi peraturan dengan menerbitkan PP yang mengatur hubungan kerja antara pemkot BP Batam dengan BP KPBPB Batam serta kewenangannya,” tutur Laode.
Tim dari Lembaga Kajian Universitas Gadjah Mada Purwanto menyebutkan jika pihaknya melihat dari aspek ekonomi dan bisnis. Jarak pertumbuhan ekonomi Batam dengan rata-rata Indonesia adalah sangat tinggi. Awal tahun 1990-an Batam rata-rata tumbuh dengan belasan persen, sementara Indonesia berada di bawah 10 persen. Hal ini disebabkan karena ada interaksi antara regulasi dan lokasi.
Walaupun Batam itu dekat dengan Singapura tetapi hanya sedikit perusahaan yang tumbuh. Pada 1989 ketika terjadi liberalisasi regulasi, perusahaan tumbuh dengan pesat. Jumlah perusahaan meningkat.
Namun, 2009 pertumbuhan ekonomi Batam menurun dan hampir sama dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia. Ini berkaitan dengan investasi dan eksport. Oleh karena itu dalam kajiannya, di Batam harus ada jejaring kominikasi yang kuat, inovatif, punya jiwa kewirausahaan.
“Penting juga kita menentukan key performance indicators atau indikator kinerja kunci untuk pengelolaan kawasan,” katanya.
Ketua Umum Kadin Kepri mengatakan Akhmad Maruf Maulana mendesak BP Batam untuk melengkapi para deputinya karena sampai hari ini BP Batam tidak melengkapi investasi pelayanan-pelayanan lahan dan ivestasi lainnya, baik itu pelabuhan dan infrastruktur lainnya.
“Saya melihat ini stagnant, investasi tidak berjalan dan kami sampai saat ini meminta Komisi II Untuk mendorong Pansus karena kami lihat di Batam ini sudah tidak konsentrasi selama empat tahun,” katanya. (*)