Tempo.Co

Seluruh Laporan Akan Disampaikan ke Pemerintah
Selasa, 14 Mei 2019
Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon menerima Ikatan Keluarga Besar (IKB) Universitas Indonesia.

INFO DPR - Seluruh laporan masyarakat terkait pemilihan umum serentak 2019 yang disampaikan kepada Wakil Rakyat akan disampaikan kepada pemerintah sehingga dapat segera direspon. Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon mengatakan dirinya juga akan menindaklanjuti laporan yang disampaikan lkatan Keluarga Besar (IKB) Universitas Indonesia (UI) kepadanya di Gedung DPR RI, Selasa 14 Mei 2019.

“Laporan yang masuk akan dipertimbangkan agar di masa yang akan datang tidak boleh terjadi,” tutur Fadli.

Menurut Fadli, load pekerjaan petugas Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) hingga sampai puluhan jam tidak setimpal dengan kompensasi yang diterima. Di samping itu, system pengecekan riwayat kesehatan juga harus diubah.

“Ini salah satu saya kira harus melalui proses investigasi. Kalau tidak ada riwayat pengecekan mudah sekali mereka menjadi korban kecuali ada penyebab lain,” katanya.

Oleh karenanya aspirasi yang dikemukakan IKB UI akan diteruskan kepada semua fraksi di DPR RI, termasuk ke KPU, Badan Pengawas Pemilu dan instansi pemerintah lain.

Sebelumnya, ketika diterima Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon dan Fahri Hamzah, Juru Bicara IKB UI Ahmad Nur Hidayat mengatakan jika mereka mewakili kaum intelektual organik yakni orang-orang kelas menengah yang prihatin pada penyelenggaraan pemilu serentak 2019. Menurut Nur Hidayat, komunitas mereka telah menemui Komnas HAM untuk menyampaikan pernyataan bahwa KPU sebagai penyelenggara pemilu dianggap melakukan pelanggaran HAM lantaran mempekerjakan petugas KPPS dengan beban kerja yang tidak terukur tanpa kompensasi layak.

“Kalau ini dibiarkan, ini kejahatan HAM luar biasa. Kalau Indonesia mendapat pujian dari negara-negara lain, itu salah. Karena korban yang begitu besar dan menderita sakit yang banyak. Dan faktanya, kelayakan merekrut orang seharusnya melakukan tes kesehatan. Tetapi ini hanya dengan surat dari Puskesmas. Kompensasi Rp 36 juta tidak memadai. Upah 500 ribu tidak pas. Apakah kelalaian KPU ini bisa jadi pelanggaran HAM berat?,” kata Nur Hidayat. (*)