Tempo.Co

Persoalan Internal TVRI Harus Tuntas
Senin, 20 Mei 2019
Rapat Dengar Pendapat Komisi I DPR RI dengan Dirut TVRI dan Dewan Pengawas TVRI.

INFO DPR - Persolan internal di dalam manajemen TVRI harus diselesaikan dengan baik dan tidak bisa dibiarkan berlarut-larut. Menurut Anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanty, apabila kinerja Unit Manager (UM) tidak sesuai, direktur TVRI harus menggantinya dengan orang lain yang lebih kompeten.

“Kalau UM tidak perfomance, yah mereka diganti,” ujar Evita setelah mendengarkan keluhan pegawai TVRI dan klarifikasi Direktur Utama TVRI dalam Rapat Dengar Pendapat Komisi I dengan Dewan Pengawas dan Dewan Direksi LPP TVRI di Gedung DPR RI, Senin 20 Mei 2019.

Menurut Anggota Komisi I DPR RI Timbul P Manurung, persoalan internal memang tidak mudah ditangani, namun dalam setiap persoalan peran Dewan Pengawas TVRI dan jajaran direksi untuk mengajak karyawan secara baik untuk mendiskusikan menyelesaikan persoalan.

“Bagaimana karyawan itu juga memiliki rasa memiliki, sense of belonging,” kata Timbul.

Apalagi saat ini TVRI tengah disiapkan menuju Lembaga Penyiaran Publik (LPP) professional. Dengan sejarah yang sangat panjang, TVRI, dalam perkembangannya kini harus bersaing dengan 14 stasiun swasta dan banyak lagi televisi channel luar negeri.

“Dan ini menjadi tantangan bagi TVRI. Sekarang adalah bagaimana pimpinan TVRI menyelesaikan masalah internal secara baik dan tidak berlarut-larut,” kata Timbul dalam rapat yang dipimpin Ketua Komisi I DPR RI Abdul Kharis Almasyhari.

Anggota Komisi I DPR RI Junico Siahaan mengatakan jika saat ini kualitas siaran dan warna TVRI membaik, kendati masih butuh perbaikan dalam outreach. Dengan kualitas yang semakin membaik, Nico Siahaan berharap management TVRI juga semakin baik. Kekisruhan karyawan dan direktur terkait keuangan harus diselesaikan.  

Dewan Pengawas LPP TVRI Arief Hidayat Thamrin mengatakan bahwa pada internal di TVRI sebelumnya memang selalu riuh dengan masalah klasik yaitu terkait pembayaran SKK yang seharusnya diterima karyawan pada Mei 2018. Namun setelah secara berkala, pembayaran SKK sebesar Rp 7,6 miliar terlambat dibayarkan. Oleh karena itu, Arief mengatakan telah melakukan tindakan tegas kepada empat direksi termasuk diantaranya direktur utama, direktur keuangan, dan direktur berita.   

“Pembayaran dilakukan selama tiga bulan secara variatif sehingga semua baru tuntas Mei 2019. Sekarang bulan April dan Mei, direksi berjanji akan menuntaskan masalah ini termasuk pembayaran yang belum selesai sebelum lebaran,” katanya.

Dewan Pengawas, kata Arief telah kerap menjadi mediator dialog antara karyawan dengan direksi. Dan Badan Pengawas telah melakukan teguran keras dengan fakta ke beberapa direksi lantaran pelanggaran etika dan integritas. 

Sementara itu, Direktur Utama TVRI Helmi Yahya tidak mengakui surat pengaduan yang dikirim karyawan kepada Komisi I DPR RI. Menurutnya, sejak jabatan Direktur Utama diserahkan kepadanya 2017 silam, dirinya sudah melakukan pembenahan termasuk reformasi birokrasi. Dikatakan Helmi sebelum ‘dipegangnya’ TVRI dalam kondisi menyedihkan.

“Tata kelolanya parah, termasuk tata kelola SDM, dikenakan tiga disclaimer. Tidak ada pembinaan PNS, saya pernah diprotes keras karena melakukan mutasi, padahal seharusnya PNS bersedia ditempatkan di mana saja. Banyak sekali PR, banyak praktek tidak sehat di mana-mana, TVRI disebut jadul,” katanya.

Dikatakan Helmi, keenam direksi telah melakukan banyak upaya agar TVRI berubah, kendati tidak mendapatkan tambahan dana, tambahan peralatan dan sumber daya manusia.

Mengenai honor SKK yang harusnya diberikan setelah pekerjaan teknis selesai, menurut Helmi salah satu penyebab tertundanya pembayaran adalah  laporan pertanggungjawaban dibuat unit manajer kerap ditunda-tunda. “Kami pun tidak ada alasan untuk menahan honor SKK karena ini uang negara. Ini tidak sengaja dilambat-lambatkan,” tutur Helmi Yahya.  (*)