INFO DPR - Rapat Kerja (Raker) Komisi III DPR RI dengan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly sepakat untuk segera menyelesaikan pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Mahkamah Konstitusi (MK) dan RUU Lembaga Pemasyarakatan. Harapannya, pembahasan kedua RUU itu bisa diselesaikan pada akhir masa jabatan Anggota DPR RI periode 2014-2019, September mendatang.
Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafi’i mengatakan, selain kedua RUU itu, masih ada dua RUU dalam pembahasan dan belum tuntas hingga saat ini. RUU yang belum tuntas itu antara lain Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) dan RUU Jabatan Hakim.
Menurut Syafi'i usai Rapat Kerja di Gedung DPR RI, Selasa, 21 Mei 2019, pembahasan keempat RUU tidak boleh dibebankan kepada satu pihak saja. Baik DPR RI dan pemerintah harus melakukan pembahasan undang-undang secara bersama-sama.
“Baik DPR RI dan pemerintah harus benar-benar memiliki tekad yang sama untuk bisa menyelesaikan RUU tersebut," ujarnya.
Seluruh fraksi sudah setuju agar keempat RUU ini dibahas lebih lanjut di Panja. Pihaknya, kata Syafi’i juga sudah mulai menyusun Panja, sehingga pembahasan sudah bisa langsung dimulai.
"Kita berharap, keempat RUU ini bisa diselesaikan pada akhir masa jabatan Komisi III. Ini akan menjadi kontribusi yang besar bagi masyarakat, dan menjadi prestasi yang baik juga bagi Komisi III DPR RI bersama pemerintah,” jelasnya.
Pada kesempatan yang sama, Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil menilai RUU Mahkamah Konstitusi merupakan regulasi yang perlu untuk segera diselesaikan. Menurutnya, MK memiliki marwah sebagai lembaga negara dalam mengadili perkara-perkara yang diperintahkan oleh konstitusi. MK memiliki putusan final dan mengikat, sehingga perlu penguatan terutama bagaimana hadirnya dewan etik internal.
“MK harus kita atur, sehingga jika terjadi hal-hal yang mengganggu integritas MK bisa segera ditindaklanjuti, tidak berlarut-larut, sehingga timbul stigma dan citra yang buruk bagi MK," jelas Nasir.
Lembaga tersebut punya kewenangan yang besar, UU Mahkamah Konstitusi akan menghadirkan penguatan internal, sehingga putusan-putusannya itu kemudian bisa diterima semua pihak.
Lebih lanjut, dia menilai perlu adanya standarisasi secara khusus terkait dengan pemilihan Ketua MK. Dirinya menilai bahwa selama ini standar dari masing-masing lembaga pengusul, baik dari mahkamah agung, pemerintah dan DPR RI itu sendiri. Ia mengaku selama ini tidak diatur, sehingga ia tidak mengetahui proses uji kepatutan dan kelayakan di MA, hingga ada tiga calon Ketua MK dari MA.
“Perlu diatur untuk ke depannya, sehingga masing-masing lembaga punya satu gambaran yang sama. Walaupun nanti ada perbedaan, tapi tetap sama. Ini dalam menjamin transparansi dan akuntabilitas proses dan mekanisme pemilihan hakim MK,” ujar Nasir. (*)