Tempo.Co

Perguruan Tinggi Swasta Tidak Boleh 'Mati'
Senin, 01 Juli 2019
Komisi X DPR RI mendengarkan keluhan Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta di Indonesia.

INFO DPR - Perguruan tinggi swasta (PTS) diharapkan tetap memberikan dukungannya bagi kemajuan pendidikan di Indonesia. Menurut Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah, ketika menerima Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta di Gedung DPR, Senin, 1 Juli 2019, perguruan tinggi swasta masih dibutuhkan terutama di daerah yang sulit mendapat akses pendidikan tinggi.

“Saya setuju bahwa PTS jangan sampai ‘mati’. Harus ada batasan jumlah siswa dan jumlah prodi di Perguruan Tinggi Negeri atau PNS. Ada kebanggan masuk PTN, tetapi sekarang sudah tidak terlalu bangga karena jumlah yang diterima relative cukup besar,” ujarnya.

Menurut Ferdiansyah, jumlah penduduk pada struktur komposisi usia 17 hingga 25 tahun sebanyak 24,5 juta. Dari jumlah itu, setidaknya ada 4325 orang lulusan SMA atau SMK mempunyai aspirasi atau akses untuk melangkah ke perguruan tinggi. Sementara itu, Unit Program Belajar Jarak Jauh (UPBJJ) adalah unit pelaksana teknis UT di daerah yang ditangani Universitas Terbuka tidak optimal.

“Kami kritik ke Dikti, berkaitan dengan mana UT, UPBJJ sampai kabupaten kota? Sebanyak 514? Nothing. Kami sampaikan hal ini ke Rektor UT. Makanya, timbullah PTS yang mengakses hal ini,” ujar Ferdiansyah.

Menurut Ferdiansyah, sudah cukup banyak rekomendasi yang dihasilkan Komisi X DPR RI dalam mendukung kegiatan bagi perguruan tinggi. Ada Panja Standar Nasional Pendidikan Perguruan Tinggi, Panja Evaluasi Pendidikan Tinggi yang melakukan revisi di antaranya proses kepangkatan rektor kepala dan guru besar.  

Terkait dengan anggaran bagi perguruan tinggi, menurut Ferdiansyah, setiap pembahasan APBN harus didasarkan dari pengajuan dari pemerintah, kemudian dibahas dan ditetapkan bersama DPR. Tidak ada dasarnya jika DPR melakukan penambahan anggaran.

“Tidak gampang, karena setiap mitra kerja yang mengajukan anggaran harus memiliki surat dari Kementerian Keuangan dan Bapenas. Kita berdasarkan pagu indikatif yang diajukan pemerintah,” ujarnya.  

Sementara itu, terkait dengan persoalan yang dirasakan PTS, Ferdianysah berharap setiap perguruan memanfaatkan media sosial. Sehingga permasalahan yang dihadapi oleh PTS dipublikasi oleh dosen, mahasiswanya untuk diketahui masyarakat.

Sebelumnya, salah satu mitra kerja Komisi X DPR RI, yakni Kepala LLDikti wilayah IX Sulawesi Jasruddin Daud Malago, mengatakan jika dibandingkan di Tiongkok dengan 1,4 miliar penduduk hanya ada 2.500 perguruan tinggi. Jumlah ini sangat berbeda dengan Indonesia yang berpenduduk 250 juta, mempunyai 4.520 perguruan tinggi. (*)