Tempo.Co

Revisi UU Pemasyarakatan Mulai Dibahas
Kamis, 04 Juli 2019
Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani mengatakan jika Revisi UU Pemasyarakatan memang diperlukan.

INFO DPR - Revisi Undang-Undang Pemasyarakatan sudah mulai dibahas dalam tahap awal di Komisi III DPR RI. Anggota Komisi III DPR RI Arsul Sani, usai mengikuti Rapat Paripurna di Gedung DPR, Kamis, 4 Juli 2019 mengatakan masing-masing fraksi telah menyampaikan daftar inventarisasi masalah (DIM).

“Secara garis besar, bisa saya sampaikan revisi Undang-Undang Pemasyarakatan itu memang diperlukan. Kenapa kok diperlukan? Karena memang banyak persoalan di lembaga pemasyarakatan kita dan itu penyelesaiannya harus secara sistemik, artinya berbasis dengan sistem,” ucapnya.

Menurutnya, jika berkaitan denga penyelesaian yang berbasis sistem, ada tiga hal yang mengemuka. Hal tersebut, yakni, regulasi itu sendiri yaitu undang-undang, tentang struktur kelembagaannya, dan tentang kultur.

Dalam aspek regulasi, diharapkan Undang-Undang Pemasyarakatan menjawab persoalan seperti over kapasitas atau over crowded. Solusi terhadap persoalan itu memerlukan terobosan baru.

“Apalagi ini juga bisa dikaitkan dengan RKUHP yang sekarang mendekati finalisasi, misalnya apakah pembebasan bersyarat itu bisa diperlukan dalam rangka pembinaan warga binaan pemasyarakatan atau para terpidana itu kemudian diberi kesempatan untuk melakukan kerja-kerja di luar lapas dalam proses administrasi yang lebih longgar lagi?” katanya.

Kemudian, menyangkut diskriminasi perbedaan perlakuan terhadap narapidana. Seperti pengaturan dalam skema di PP 99/2012. Persoalan ini, katanya harus diputuskan bersama.

“Bagaimana politik hukum ke depan apakah akan tetap membiarkan potensi diskriminasi terhadap perlakuan narapidana ini atau harus kita ubah atau harus kita relaksasi ketentuannya itu sehingga sifat diskriminasinya hilang,” katanya.

Selain itu, dalam revisi Undang-Undang Pemasyarakatan juga akan mengatur lebih rinci peran dan perlindungan petugas Lapas. Ditekankan Arsul, ketentuan itu diharapkan tetap memberikan perlindungan bagi hak asasi manusia (HAM).

“Semuanyalah, harus berimbang. Yang jelas, kita itu tidak boleh–karena greget kita anti korupsi, anti terorisme dan anti narkoba–membuat orang yang terpidana karena kasus itu seperti orang pendosa yang tak terampuni. Jangan seperti itu. Padahal ada orang yang ketika menjadi terpidana, kemudian benar-benar bertobat memperbaiki diri,” ujar Arsul. (*)