INFO DPR - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Totok Daryanto, menegaskan jika Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyadapan tidak akan memangkas kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam mengungkap kasus tindak pidana korupsi. Menurut Totok kehadiran, RUU Penyadapan sangat penting. Apalagi sebelumnya, setidaknya ada sebelas undang-undang yang menyebut tentang penyadapan dengan definisi yang berbeda.
“Oleh karena itu, maka perlu diatur tentang penyadapan,” kata Totok ketika menjadi narasumber dalam diskusi Forum Legislasi bertajuk "RUU Penyadapan Pangkas Kewenangan KPK?" di Ruang Media Center, Gedung DPR RI, Selasa, 9 Juli 2019.
Selain itu, ketentuan ini merupakan wujud dari kewajiban negara yang harus memberikan perlindungan kepada warganya. Menurutnya, aneh jika negara tidak memberikan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) sesuai ketentuan undang-undang.
“Di setiap negara, secara spesifik, penyadapan itu berbeda. Akan tetapi, yang sama adalah bahwa penyadapan itu diatur dalam undang-undang. Tidak adil jika setiap orang disadap,” tuturnya.
Sementara itu, narasumber lainnya, Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi, mengakui jika penyadapan bertabrakan dengan demokrasi. Di satu sisi, demokrasi harus menjaga hak asasi manusia sementara di sisi lain privasi yang sangat vital sebagai penopang demokrasi telah diterobos.
“Saya sepakat jika diatur tentang RUU Penyadapan, jika KPK tidak diatur berbahaya sekali,” kata Taufiqulhadi.
Sependapat dengan itu, Anggota Komisi III DPR RI Masinton Pasaribu, menegaskan jika penyadapan sejatinya memang telah melanggar undang-undang. Oleh karena itu, di negara mana pun, penyadapan diatur secara ketat.
“Itu pelanggaran HAM yang dilegalkan,” tuturnya.
Namun, demi kepentingan keamanan dan ketentuan penegakan hukum, maka dilakukan penyadapan. Di Indonesia, beberapa lembaga yang diberikan kewenangan untuk melakukan penyadapan, yakni KPK dan Badan Narkotika Nasional. Dia berharap, pembahasan RUU ini juga melibatkan Komisi III DPR RI.
“Rancangan undang-undang ini sedang di Baleg karena ini konteks penegakan hukum seharusnya dibahas di Komisi III DPR RI,” ujarnya.
Menurutnya, dengan pengaturan di undang-undang, kewenangan KPK yang selama ini banyak pelanggaran dan tidak sesuai SOP dapat menjadi lebih baik. Selama ini teknis penyadapan tidak diatur dalam aturan di bawahnya setingkat peraturan pemerintah melainkan diatur dalam institusi.
“Mekanisme penyadapan itu aturannya harus jelas, untuk tujuan apa, berapa lama dan kepentingan apa. Intinya adalah merevitalisasi agenda pemberantasan korupsi. Jangan dikira ini hanya agenda KPK sendiri,” kata Masinton.
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, mengatakan jika falsafah penyadapan lahir dari akibat negara demokrasi karena syarat negara demokrasi harus menegakkan HAM. (*)