INFO DPR - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Azam Azman berharap pemerintah punya legacy menyiapkan sebuah neraca gula. Sejak 2004 silam, tanpa neraca gula, impor raw sugar dikhawatirkan dimainkan untuk dijadikan sebagai gula rafinasi dengan harga murah.
Menurut Azam usai Rapat Kerja dengan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto di Gedung DPR RI, Rabu, 17 Juli 2019, di luar negeri raw sugar sangat murah. Setelah diproses menjadi gula rafinasi, harganya pun tidak kalah murah. Kemudian, gula rafinasi yang idealnya digunakan untuk produksi makanan dan minuman, pada kenyataannya bisa masuk dalam kategori gula masyarakat.
“Kemudian masuk ke pasar konsumen. Di pasar konsumsi ini gula berbasis tebu harganya tidak mampu lagi bersaing, menjadi jomplang. Karena harga gula rafinasi murah sementara gula berbasis tebu lebih tinggi,” kata Azam.
Oleh karena itu, dia berharap Peraturan Menteri Perindustrian Nomor 10 Tahun 2017 tidak merugikan industri gula dalam negeri. Mengingat aturan yang begitu ketat kerap kali berbeda di lapangan.
“Biasanya di Indonesia terjadi akrobat. Hal-hal begitu telah diatur dengan betul, tetapi di lapangan berbeda. Kenyataannya berbeda, impor raw sugar luar biasa jumlahnya sehingga masuk ke gula konsumsi,” ujarnya.
Azam juga berharap pemerintah membuat legacy dengan memberikan batasan melalui neraca gula. Jika tidak diatur, dikhawatirkan anjloknya harga gula tebu akan berpengaruh pada nasib pekerja gula di pabrik-pabrik lokal di Indonesia.
Sebelumnya, dalam rapat kerja, Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto mengatakan persoalan gula konsumsi maupun gula industri selalu dibahas di tingkat Menteri Koordinator. Terkait dengan revitalisasi, Airlangga mengakui jika pemerintah tidak mengganggarkan pabrik gula sejak 2012 hingga 2013 lantaran secara keseluruhan diserahkan kepada korporasi di Kementerian BUMN.
“Itu salah satu yang dilakukan Kementerian BUMN untuk melakukan revitalisasi agar mampu bersaing,” ujar Airlangga. (*)