Tempo.Co

Banyak Kasus Tol Laut, DPR Akan Panggil Menhub
Senin, 22 Juli 2019
Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemi Francis mengatakan masih ditemukan sejumlah kasus dalam Tol Laut.

INFO DPR - Dari sejumlah kunjungan kerja yang dilakukan Komisi V DPR RI di tol laut ditemukan sejumlah kasus. Oleh karena itu, dalam waktu dekat Komisi V DPR RI akan menggelar Rapat Kerja dengan Menteri Perhubungan (Menhub).

"Salah satu pembahasan terakhir adalah membentuk tim untuk melakukan kunjungan kerja. Kunjungan kerja ke daerah ini akan mengidentifikasi tol laut dan memberikan masukan karena masih ditemukan sejumlah kecurangan ketika pengusaha-pengusaha ingin mengirim barang ke daerah," ujar Ketua Komisi V DPR RI Fary Djemy Francis di Gedung DPR RI, Senin, 22 Juli 2019. 

Dia menyontohkan sebuah kasus ketika pengusaha akan mendaftar ke pengelola tol laut misalnya, Pelni. Saat mendaftar, selalu dikatakan jika tol laut sudah full atau penuh. Oleh karena itu, pengiriman disarankan dilakukan lewat jasa ekspedisi swasta. Akan tetapi, pada faktanya yang terjadi adalah ketika pengusaha telah membayar penuh pengiriman melalui jasa ekspedisi, barang itu ternyata dimuat di kapal tol laut yang sudah disubsidi.

“Kita menemukan case, contohnya dari Surabaya ke Kupang, dengan tol laut biayanya hanya Rp 6 juta sampai Rp 7 juta. Kalau ekspedisi Rp 12 juta sampai Rp 15 juta. Tidak bisa dimuat di tol laut, akhirnya bayar ekspedisi. Akan tetapi, kenyataannya barangnya dimuat di tol laut. Artinya, ada ‘kerja sama’ antara ekspedisi dengan pengelola tol laut,” kata Fary.

Dampaknya masih terjadi disparitas harga di daerah. Padahal seharusnya dengan dipangkasnya bisa transportasi, harga kebutuhan pokok di daerah bisa sama dengan kota besar lainnya atau minimal lebih rendah dari harga semula.

“Ternyata tidak ada dampaknya terhadap harga. Semestinya dengan tol laut harga-harga itu lebih murah, tetapi faktanya tidak demikian. Yang bertanggung jawab di sini adalah Perhubungan Laut,” ujar Fary.

Selain beberapa data itu, menurut Fary, ditemukan juga kasus lain di mana barang yang dimuat di tol laut tidak sesuai dengan peraturan. Seharusnya yang dikemas adalah kebutuhan pokok. Sesuai peraturan, ada item bahan-bahan yang prioritas untuk pangan.

“Tetapi, yang diangkut bukan barang untuk pangan, bukan prioritas. Misalnya, untuk bangunan ke daerah,” ucap dia.

Menurut Fary, dari hasil kunjungan kerja, kasus-kasus itu ditemukan di Surabaya, Makassar, dan Nusa Tenggara Timur. Selan itu, di daerah lain seperti Medan juga sudah ada tim dari Komisi V DPR RI yang melakukan kunjungan kerja dan mengumpulkan data-data. Semua data itu akan dihimpun dan dipresentasikan ke Menteri Perhubungan.

“Itu akan jadi catatan kami dan kami akan panggil,” kata Fary. (*)