INFO DPR - Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron memastikan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertanahan masih memberikan ruang yang lebar untuk masyarakat agar memberikan masukan positif. Sehingga pengaturan dalam RUU ini benar-benar memberikan rasa keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia, menjamin kepastian hukum bagi investasi dan bagi pertanahan sehingga mengurangi konflik yang sudah banyak terjadi.
“Sebagai anggota DPR sangat kurang tepat kalau menghentikan dan menunda RUU ini. Pintu terbuka lebar bagi masyarakat untuk memberi pandangan terhadap RUU ini,” ujar Khaeron ketika menjadi narasumber dalam forum legislasi bertajuk "Tarik Ulur UU Pertanahan" bersama Kepala Pusat Perancangan Undang-Undang Badan Keahlian DPR RI, Inosentius Samsul, dan Plt Biro Hukum dan Humas Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (BPN) Andi Tenrisau di Media Center DPR RI, Selasa, 23 Juli 2019.
Dijelaskan Herman, Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria tidak cukup mampu memberikan rasa keadilan bagi masyarakat luas. Akan tetapi, kehadiran RUU Pertanahan tidak akan menghapus Undang-Undang Pokok Agraria.
“Kami konsisten tidak mengubah Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 dan akan menempatkannya sebagai lex generalis sebagai undang-undang umum sehingga kesetaraan terhadap undang-undang yang ada saat ini kami jaga juga. Sementara status kedudukan undang-undang pertanahan ini akan menjadi lex spesialis,” ucap Herman.
Oleh karena itu, konsepsi dan paradigma berpikir tentu akan mempertimbangkan banyak aspek. Bahwa dalam undang-undang itu tidak ingin liberal, tidak akan menabrak undang-undang yang lain, tidak ingin jika tidak pro rakyat dan tidak ingin jika tidak pro terhadap masyarakat adat. Menurut Herman, pembahasan RUU ini sudah masuk prolegnas, bahkan ketentuan yang menjadi inisiatif DPR ini juga sudah dibahas bersama empat kementerian yang terkait.
Sementara itu, dikatakan Andi, sejak dibentuk Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 memang diamanatkan ada pelaksanaannya, ada perundangan yang lebih baik. Andi mengakui jika dalam struktur masih ada pengaturan tumpang-tindih terkait sumber daya agraria. Selain itu, saat ini ada tuntutan kebutuhan masyarakat yang mendesak di era digital.
“Perkembangan saat ini seharusnya sudah digital. Tetapi, dalam pengaturannya itu tidak ada. Saya berharap undang-undang ini bisa lebih baik,” kata Andi.
Kemudian, Inosentius mengatakan bahwa RUU Pertanahan tidak akan menggantikan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960. Yang akan dilengkapi dalam undang-undang ini adalah yang berkaitan dengan lembaga baru. Setidaknya ada tiga lembaga yang terkait dengan RUU Pertanahan kelak, yaitu dalam mekanisme Lembaga Penyelesaian Sengketa, Lembaga Penjaminan Kepastian, dan Bank Tanah.
“Tiga lembaga itu didorong untuk menyelesaian persoalan tanah,” ucap Inosentius. (*)