INFO DPR - Anggota Komisi X DPR RI Ferdiansyah meminta agar dualisme kepengurusan Persaudaraan Shorinji Kempo Indonesia (Perkemi) harus segera diselesaikan secara musyawarah. Dia memahami jika kerap terjadi dualisme kepengurusan dalam suatu organisasi. Namun, hal itu tidak bisa dibiarkan terjadi pada cabang olahraga. Sebab, akan berpengaruh prestasi para atlet.
Menurut Ferdi di DPR RI, Rabu, 24 Juli 2019, kegiatan olahraga Kempo di Indonesia dimulai sejak tahun 1966 yang dilakukan oleh Perkemi. Pendiri di antaranya Ginandjar Kartasasmita, Indra Kartasasmita, dan Afiar Wahab. Perkemi merupakan induk cabang olahraga Shorinji Kempo dan menjadi anggota Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat sejak 25 September 1970.
“Namun, pada Musornaslub Febuari 2018 terjadi gejolak pada agenda pemilihan calon ketua umum. Salah satu kandidat yang tidak terpilih kemudian mendirikan organisasi lain dengan nama Porkemi pada tanggal 10 November 2018. Tidak lama muncul SK No 001/A3.KOI/SK.CABOR.KOI/IV/2019 tertanggal 2 April 2019 ditanda tangan Plt Komite Olimpiade Indonesia (KOI) yang menggantikan keanggotaan Perkemi dengan Porkemi tanpa ada pembicaraan.
Dalam audiensi yang turut dihadiri Anggota Komisi X DPR RI Popong Otje Djundjunan itu, Ferdi menilai langkah itu melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional, Peraturan Presiden Nomor 16,17,18 tahun 2017 serta Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga pada Komite Olimpiade Indonesia (KOI) itu sendiri. Padahal di KONI tidak ada masalah.
“Besar harapan kami masalah ini dapat diselesaikan secara musyawarah berdasarkan peraturan perudang-undang yang ada, serta AD/ART yang ada di KONI maupun KOI. Dan, atas laporan ini, Komisi X akan menyampaikan masalah ini kepada Kemenpora untuk membantu menyelesaikan permasalahan dualisme di cabang olahraga agar tidak berlarut dan berdampak pada prestasi para atlet,” ujar Ferdi.
Sebelumnya, Wakil Ketua Umum Perkemi Zulkarnain Idris menyampaikan kejanggalan yang terjadi, yakni saat pengukuhan Porkemi oleh Plt Sekretaris Jenderal KOI, tanpa adanya pemberitahuan terlebih dahulu kepada Perkemi, yang telah terdaftar sebagai Anggota KOI sebagaimana sertifikat member tanggal 28 Febuari 2018 yang ditandatangani oleh Ketua Umum KOI Erick Tohir.
“Pengukuhan ini sangat bertentangan dengan Undang-Undang Sistem Keolahragaan Nasional dan AD/ART KOI itu sendiri. Dan menurut kami, Plt tidak memiliki kewenangan dalam pengukuhan. Terlebih beberapa syarat yang harus dipenuhi berdasarkan AD/ART seperti jumlah pengurusan di provinsi, menjadi anggota Shorinji Kempo bernama World Shorinji Kempo Organization (WSKO), jumlah pretasi dan sebagainya namun ini dilanggar,” ujarnya.
Selain itu, berdasarkan AD/ART KOI suatu organisasi tidak bisa dikeluarkan secara sepihak tanpa adanya pembinaan serta pemberitahuan terlebih dahulu. Sementara Perkemi sudah di-drop dari keanggotaan KOI tanpa konformasi. “Ini menjadi pertanyaan kami, ini merupakan pelanggaran administrasi di KOI. Kita sudah sampaikan ke Menpora, tetapi belum ada balasan,” ujar Zulkarnain Idris.(*)