INFO DPR - Menurut Anggota DPR RI dari Fraksi Partai PDI-Perjuangan Eva Kusuma Sundari, Teuku Umar, meeting adalah tindak lanjut atau perluasan pertemuan dari dua pihak. Dari pertemuan itu ada dua tahap yang terjadi, pertama pertemuan bersama. Dan kedua, ada pembicaraan empat mata antara Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto dan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri.
“Dan, kita tidak tahu persis apa yang dibicarakan dalam pertemuan itu. Tetapi, perkiraan saya bahwa pertemuan tersebut sebagaimana pertemuan diplomatik meeting itu selalu tidak bicara teknik,” kata Eva ketika menjadi narasumber dalam dialektika demokrasi bertajuk "Gerindra Gabung Ancaman Kursi Koalisi?" di Media Center DPR RI, Kamis, 25 Juli 2019.
Kedua pihak, menurut Eva akan bicara tentang kesepakatan-kesepakatan dan terutama adalah mengurangi polarisasi yang ada di masyarakat setelah pemilu 2019. Dia menilai pertemuan kemarin lebih mendinginkan suasana dan kebulatan tekad bahwa sekarang kontestasi demokrasi sudah selesai, semua pihak harus sama-sama membangun untuk mewujudkan titipan masyarakat yang telah memenangkan Nawa Cita. Mengenai koalisi, Eva mengatakan bahwa dirinya akan mengikuti petunjuk internal di PDI-P.
Sementara itu, Ketua Fraksi PKB DPR RI, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengatakan rekonsiliasi pertemuan Gerindra dengan PDI-P tidak menjadi ancaman bagi PKB. Dia menilai, partai yang berkoalisi pun tidak mengganggap pertemuan itu sebagai ancaman yang harus dikhawatirkan. “Semua untuk membangun negara ini, walaupun tidak dalam satu posisi di koalisi ada check and balances, ini adalah hal yang sangat baik,” kata Cucun.
Pengamat Politik CSIS Arya Fernandes menilai bahwa tidak ada kebutuhan khusus bagi presiden terpilih untuk menambah alokasi atau partai koalisi dengan mempertahankan 60 persen saja sekarang. Situasi yang ada saat ini dinilainya cukup aman.
“Justru menurut saya kalau ada penambahan anggota koalisi itu akan menciptakan risiko. Satu, politik internal yang tidak mudah bagi presiden dan kedua akan menciptakan kerepotan politik juga yang tidak mudah untuk mengelolanya,” kata Arya.
Kemudian, dia melihat linear keberhasilan pemerintah dengan dukungan di DPR. Jika melihat data dalam prolegnas 2015-2019, ada sekitar 52 rancangan undang-undang atau RUU yang diusulkan secara sendiri oleh pemerintah.
Asumsinya jika koalisi efektif, seharusnya kemampuan untuk meloloskan atau mengesahkan RUU menjadi undang-undang itu tinggi. Akan tetapi, fakta selama lima tahun terakhir, dari 52 itu RUU hanya enam yang berhasil disahkan menjadi undang-undang. Dan, dari enam undang-undang itu, tiga RUU itu sudah diusulkan pada prolegnas sebelumnya.
“Artinya, dengan data-data tersebut, saya kemudian berpikir bahwa tidak ada kebutuhan khusus bagi pemerintah untuk menambah anggota koalisi karena nggak linear dengan prestasi legislasi pemerintah,” kata Arya.
Arya melihat pertemuan Teuku Umar akan memunculkan pertemuan lain yang akan menyulitkan bagi posisi Joko Widodo. Mengingat pemerintahan yang akan didesain dan dipimpin lima tahun ke depan tidak dilakukan secara dominan oleh presiden, tetapi digerakkan oleh partai-partai lain. Dalam kesempatan itu, Arya mengapresiasi sikap PKS yang tegas.
“Kita sangat bergembira sekali, PKS sudah terang-terangan menyatakan diri sebagai partai pengontrol dan partai lainnya masih malu-malu kucing berharap masuk, tetapi ingin di luar dan belum jelas,” ucap Arya.
Sementara itu, Anggota Fraksi PKS DPR RI Aboebakar Alhabsyi menilai pertemuan itu biasa saja dan tidak ada yang berlebihan. Karena menurutnya itu hanya nostalgia antara Prabowo dengan Megawati yang memang pernah berkoalisi dalam pemilu sepuluh tahun lalu.
“Tetapi, ada yang menarik dari pertemuan kemarin itu adalah siapa dibalik pertemuan itu yang menyiapkan suasana makan siang pertemuan di MRT. Itulah kelebihan seorang Budi Gunawan,” kata Aboe.
Aboe mengatakan bahwa PKS akan menjadi sebagai check and balance. Bahwa akan lebih nyaman jika dalam demokrasi ada sebuah kontrol.
“PKS hanya mendoakan yang terbaik untuk bangsa ini,” ujar Aboe. (*)