INFO DPR - Sidang Paripurna DPR RI secara aklamasi memutuskan menerima laporan Panitia Khusus (Pansus) Pelindo II tahap Kedua. Selain itu Pansus juga menghasilkan tiga poin hasil penyelidikannya yang memperkuat Hasil Audit Investigasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI.
“Pertama, perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT dan KSO TPK Koja,” ujar Ketua Panitia Khusus (Pansus) Angket DPR RI tentang Pelabuhan Indonesia (Pelindo) II, Rieke Dyah Pitaloka dalam Sidang Paripurna DPR RI, di gedung Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa, 25 Juli 2019.
Berdasarkan penyelidikan pansus, perpanjangan kerja sama pengelolaan dan pengoperasian PT JICT tidak melalui proses yang sesuai peraturan perundang-undangan dan terindikasi merugikan negara. Hal ini sesuai dengan hasil audit investigasi BPK RI bahwa pengelolaan dan pengoperasian PT JICT oleh Hutchison Port Holding (HPH) terindikasi melanggar hukum dan merugikan negara hingga Rp 4,08 triliun.
Selain itu perpanjangan pengelolaan dan pengoperasian TPK Koja oleh HPH memiliki proses yang sama dengan perpanjangan pengelolaan dan pengoperasian PT JICT, sehingga terindikasi juga melanggar hukum dan merugikan Negara sebesar Rp 1,8 triliun.
“Kedua, global bond diterbitkan tanpa dasar perencanaan yang jelas sehingga saat ini realisasi penggunaannya tidak sesuai dengan tujuan dari penerbitan global bond itu sendiri," kata Rieke.
Selain itu, berdasarkan penyelidikan, Pansus setelah melakukan kunjungan kerja ke pelabuhan-pelabuhan yang direncanakan pembangunannya dengan dana global bond. Realisasi pembangunan pelabuhan-pelabuhan tersebut tidak sesuai dengan rencana awal.
"Studi kelayakan yang dilakukan juga hasilnya tidak jelas, bahkan dilakukan review terhadap studi kelayakan itu sendiri,” ujarnya.
Global bond yang diterbitkan oleh PT Pelindo II sebagian besar digunakan untuk pembangunan terminal petikemas Kalibaru dan perpanjangan pengelolaan dan pengoperasian PT JICT dan KSO TPK Koja digunakan sebagai jamninan kepada investor. Potensi kerugian global bond berdasarkan audit investigasi BPK RI adalah Rp 202,708 miliar.
Ketiga, lanjut Rieke, terkait pembangunan terminal Kalibaru, tidak sesuai dengan rencana, dari yang seharusnya beroperasi pada tahun 2014, tetapi baru beroperasi pada tahun 2017. Dan, berdasarkan audit investigasi BPK RI, Pembangunan terminal Petikemas Kalibaru (NPCT-1) menghabiskan dana yang sangat besar, bahkan terindikasi merugikan negara dan berpotensi gagal konstruksi. (*)