Tempo.Co

Rumusan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Tidak Boleh Subjektif
Selasa, 30 Juli 2019
Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi mengatakan dalam RUU KUHP diatur perlindungan bagi korban dan pelaku.

INFO DPR - Anggota Komisi III DPR RI Taufiqulhadi mengatakan rumusan dalam membuat undang-undang harus jelas, termasuk dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual. Menurut Taufiqulhadi di gedung DPR RI, Selasa, 30 Juli 2019, rumusan ini penting agar dalam melakukan penyidikan dan penuntutan semuanya jelas.

“Ketika sesuatu tidak jelas, nanti penyidik akan melakukan diskresi. Kalau diskresi dilakukan oleh hakim dan lain sebagainya, itu akan merugikan orang yang mencari keadilan,” kata Taufiqulhadi.

Selain itu, Taufiqulhadi menilai sah saja apabila dalam RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, perlindungan diutamakan kepada perempuan. Apalagi jika melihat dalam konteks sosiologis masyarakat Indonesia yang mayoritas menganut sistem patrilineal.

“Akan tetapi, dalam KUHP itu seimbang, harus melindungi korban dan melindungi terduga pelaku. Jadi, harus sama-sama,” ucapnya.

Sebab, dalam hukum berlaku juga asas praduga tak bersalah. Menurutnya, bisa saja terduga bukanlah pelaku yang melakukan perbuatan kekerasan atau pelecehan seksual.

“Ketika kemudian seseorang harus dihukum karena sesuatu yang subjektif maka itu tidak melindungi seseorang mencari keadilan. Mudah sekali orang dihukum tiba-tiba,” ujarnya.

Dia menyontohkan, jika perlindungan hanya diberikan kepada perempuan, bisa saja seseorang dengan mudahnya dituduh melakukan kekerasan seksual hanya karena tersenyum.  

“Tersenyum kan macam-macam, ada orang tersenyum melihat kutang. Macam-macam tersenyum itu maknanya. Ada juga orang yang tersenyumnya sama saja, tersenyum senang, tersenyum sinis sama saja, bisa dilaporkan. Karena itu menurut saya membuat rumusan itu harus sangat hati-hati,” kata Taufiqulhadi. (*)