INFO DPR - Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah menekankan bahwa Tentara Nasional Indonesia (TNI) tidak boleh terlibat dalam penegakan hukum. Dan, dia berharap Koopsus TNI yang baru dilantik Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto kemarin, Selasa, 30 Juli 2019, seharusnya tetap bertugas menjaga kedaulatan bangsa sesuai undang-undang.
“Asalkan tidak melanggar undang-undang kita lihat saja. Tetapi hati-hati, TNI tidak boleh terlibat dalam penegakan hukum. Dia ditugaskan untuk perang, tidak ditugaskan untuk penegakan hukum,” ujar Fahri di Gedung DPR RI, Rabu, 31 Juli 2019.
Fahri menilai, pembentukan Koopsus TNI terburu-buru. Saat kepemimpinan Panglima TNI Gatot Nurmantyo, tidak ada isu pembentukan Koopsus TNI. Bahkan, menurutnya sejumlah besar pejabat TNI dan mantan TNI tidak mengetahui pembentukan badan baru di Badan Pelaksana Pusat TNI ini.
“Tiba-tiba setelah Pak Gatot diganti, langsung jadi dan kayaknya tidak ada diskusi selama ini, tiba-tiba orangnya dilantik,” katanya.
Dikatakan Fahri pembentukan badan Koopsus tidak boleh berasal dari kreativitas Panglima TNI maupun dari eksekutif. Akan tetapi, harus ada regulasi agar memberikan kepastian hukum. Sebab, tentara diatur di undang-undang berperan dalam perang.
"Perlu dasar regulatif untuk mengatur keterlibatan tentara dalam membantu pemberantasan jenis-jenis tindak pidana tertentu," ucap Fahri.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menghadiri peresmian Koopssus TNI di Mabes TNI, Cilangkap Jakarta. Acara itu juga dihadiri KSAD Jenderal TNI Andika Perkasa, KSAL Laksamana TNI Siwi Sukma Adji, KSAU Marsekal TNI Yuyu Sutisna, Kasum TNI Letjen TNI Joni Supriyanto, Kabarhakam Polri Komjen Pol Condro Kirono, dan Wakil Ketua DPD Nono Sampono.
Koopssus TNI yang dipimpin Brigjen TNI Rochadi ini dibentuk berdasarkan Perpres Nomor 42 Tahun 2019 tentang Susunan Organisasi TNI. Bahwa TNI tidak boleh hanya berkutat pada tindakan operasi militer semata. Menurut Ketua DPR RI, TNI juga harus aktif mengkampanyekan perdamaian dan keamanan dunia yang lebih baik melalui berbagai kegiatan humanism. (*)