INFO DPR - Anggota Komisi VII DPR RI Abdul Kadir Karding, mengatakan secara moral dan secara prinsip setuju jika mantan napi korupsi dilarang ikut dalam kompetisi Pilkada 2020. Akan tetapi, dikatakan Abdul Kadir, larangan itu masih terganjal undang-undang.
“Problem kita, undang-undang membolehkan. Negara ini negara hukum. Apalagi sebenarnya orang dihukum itu filosofinya supaya dia lebih baik, bahwa ada satu dua yang kemudian yang masih mengulang-ulang itu soal lain, tetapi itu hak politik,” ujar Abdul Kadir di Gedung DPR RI, Kamis, 1 Agustus 2019.
Menurutnya jika larangan tersebut ingin berkekuatan hukum tetap, tentu harus mengubah undang-undangnya terlebih dahulu. Selain itu, upaya lain yang dapat dilakukan, yakni membuat peraturan baru yang tidak bertentangan dengan undang-undang. Sehingga negara Indonesia yang berdasarkan hukum harus berjalan sesuai kaidah hukum yang ada.
“Saya normatif melihat itu. Secara prinsip moral, karena kejadian di Kudus itu bisa menjadi alat pemicu kita untuk menyetujui bahwa mantan-mantan itu tidak perlu (maju lagi dalam pilkada),” kata Abdul Kadir .
Sebelumnya, Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakan dukungan KPU atas pernyataan KPK yang akan menerapkan larangan bagi mantan napi korupsi mencalonkan diri dalam pilkada 2020 tidak pada tempatnya. Menurutnya, aturan larangan pada bekas napi korupsi untuk maju dalam pilkada adalah ranah DPR dan domain politik.
“Saya tidak setuju jika KPU ikut bikin undang-undang. KPU jangan membuat politik penyelenggaraan pemilu. Itu domain regulasi, domain DPR, domain politik. Itu domain undang-undang, kalau undang-undang melarang ya larang. Tetapi, kalau undang-undang tidak larang yah jangan,” kata Fahri.
Fahri mengatakan saat ini penyelenggara pemilu, yakni KPU diminta tetap bekerja sesuai undang-undang yang telah ada. Semua pihak diminta bersabar hingga muncul undang-undang baru atau dilakukan revisi terhadap undang-undang tersebut.
“DPR belum kerja, dia mau bikin sendiri, enak saja dia mau jadi regulator, jangan mengambil pekerjaan undang-undang dan jangan bikin ketentuan untuk membatasi hak warga negara tanpa undang-undang,” kata Fahri Hamzah. (*)