INFO DPR - Naiknya sejumlah harga pangan di masyarakat dipastikan bukan disebabkan supply and demand. Menurut Wakil Ketua Komisi IV DPR RI Viva Yoga Mauladi, kenaikan sejumlah harga pangan seperti cabai di masyarakat bisa disebabkan faktor produksi, bencana alam, iklim, dan lainnya.
Selain itu, kenaikan cabai saat ini yang tembus hingga Rp 80 ribu per kilogram bisa disebabkan karena manajemen pengelolaan tata niaga. Mengingat cabai merupakan tanaman hortikultura yang mudah tumbuh di Indonesia. Menurut Viva, ketidakstabilan harga pangan merupakan "penyakit tahunan" yang tidak hilang karena kurang koordinasi, sinkronisasi pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, terutama soal data pangan, konsumsi, dan produksi.
“Seharusnya dalam hal ini pemerintah pusat berkoordinasi dengan pemerintah daerah untuk mengecek ketersediaan cabe di masing-masing daerah. Jangan sampai seperti sekarang, kalau cabai hilang harganya menjadi naik. Ketika panen raya harga cabe jadi turun. Tidak boleh terjadi seperti itu,” ujar Viva di Gedung DPR RI, Kamis, 8 Agustus 2019.
Menurut Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, tugas pemerintah adalah mengatur ketersediaan, ketercukupan, keamanan produksi seluruh bahan pangan pokok dan bahan pangan, termasuk cabai. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut, dipastikan konsumen akan dirugikan. Padahal idealnya harga cabai dari tangan petani atau produsen sekitar Rp 20 ribu per kilogram.
Selain itu, dalam mengantisipasi kelangkaan pangan, perlu proses pengembangan industri dan pertanian. Seharusnya Indonesia melakukan perubahan orientasi pembangunan pertanian yang fokus pada pengembangan agriculture dan industri pertanian. Di samping itu, pemerintah harus tetap mendorong subsidi pupuk untuk melindungi dan memberdayakan hasil pertanian petani Indonesia.
Dan, untuk mencegah lonjakan harga yang semakin tinggi, kata Viva, DPR akan mendorong Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan mengontrol harga. Selain itu, mereka akan mengecek data produksi daerah. Solusi impor cabai untuk mengatasi lonjakan harga ini dipastikan tidak boleh terjadi.
“Tidak boleh impor, kami akan cek data-data produksi di daerah,” ujar Viva. (*)