Tempo.Co

Ketahanan Siber Perlu Diperkuat Melalui Undang-Undang
Senin, 12 Agustus 2019
Kedaulatan sebuah bangsa bukan hanya terletak pada penguasaan wilayah darat, laut maupun udara saja, melainkan juga pada wilayah siber.

INFO DPR - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo menegaskan di era revolusi industri 4.0 saat ini kedaulatan sebuah bangsa bukan hanya terletak pada penguasaan wilayah darat, laut, ataupun udara saja. Melainkan juga pada wilayah siber.

Berdasarkan penelitian Frost & Sullivan yang diprakarsai Microsoft pada tahun 2018, kejahatan siber di Indonesia bisa menyebabkan kerugian mencapai Rp 478,8 triliun (US$ 34,2 miliar). Sedangkan, untuk tingkat Asia Pasifik, kerugiannya bisa mencapai US$ 1,745 triliun atau lebih dari tujuh persen dari total pendapatan domestik bruto (PDB) kawasan Asia Pasifik yang mencapai US$ 24,33 triliun. 

Data dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat, setidaknya sepanjang 2018 ada sekitar 232 juta serangan siber menyerbu Indonesia. Serangan tersebut tak boleh dianggap remeh. Apalagi tren dunia ke depan tak bisa dilepaskan dari internet dan transformasi teknologi informasi. Di Indonesia saja, penetrasi pengguna internet berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia 2018, sudah mencapai 171,18 juta jiwa atau 64 persen dari total penduduk sebesar 264,16 juta jiwa.

“Karenanya pondasi keamanan dan ketahanan siber perlu diperkuat melalui undang-undang," ujar Bambang Soesatyo saat menjadi narasumber diskusi publik dan Simposium Nasional Rancangan Undang-Undang tentang Keamanan dan Ketahanan Siber (RUU KKS), di Jakarta, Senin, 12 Agustus 2019. 

Turut menjadi narasumber antara lain Kepala BSSN Letjen TNI (purn) Hinsa Siburian dan Dekan Fakuktas Hukum Universitas Indonesia Edmon Makarim. Acara yang diinisiasi BSSN ini dihadiri ratusan peserta yang terdiri dari mahasiswa, komunitas siber, akademisi, praktisi, asosiasi, lembaga swadaya masyarakat, dan kementerian/lembaga.

Dia juga menyinggung terputusnya aliran listrik yang menyelimuti sebagian Jawa beberapa waktu lalu. Walaupun bukan terjadi karena serangan, namun kejadian ini telah membuat kehebohan dan mematikan aktivitas ekonomi masyarakat. Tak menutup kemungkinan suatu saat nanti aktivitas siber Indonesia tiba-tiba diserang. Jaringan telekomunikasi dan internet mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan.

"Bahkan lebih mengerikan, alat tempur seperti pesawat dan kapal selam di-remote dari luar negeri untuk melakukan serangan seperti melempar bom tanpa bisa dikendalikan oleh kita. Hal seperti itu bisa saja terjadi. Saat ini saja jika kita melaporkan kehilangan handphone atau mobil, dari kantor pusat bisa langsung 'dikunci' sehingga si pencuri tak bisa menggunakan. Karena itu, ke depan saat membeli alat tempur atau sarana prasarana critical infrastructure dari luar negeri, beberapa coding-nya harus diganti sehingga pabrikan asalnya tak lagi punya kendali penuh. Sekaligus meminimalisasi perbuatan jahat dari pihak-pihak yang tak bertanggung jawab," katanya.

Dia menjelaskan, RUU KKS diusulkan Badan Legislasi DPR RI terdiri 77 pasal dan 13 bab, yang sudah disahkan menjadi usul inisiatif DPR RI melalui Rapat Paripurna tanggal 4 Juli 2019. Hal itu merupakan upaya DPR RI untuk menguatkan pondasi Keamanan dan Ketahanan Siber Indonesia agar mampu menghadapi ancaman yang bersifat multidimensi, baik dari dalam maupun luar negeri. Sambil menunggu Daftar Inventaris Masalah (DIM) dari pemerintah, DPR RI berharap proses kelahiran RUU KKS ini bisa mengakselerasi kematangan ekosistem keamanan dan ketahanan siber nasional. (*)