INFO DPR - Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan dan Keamanan Siber Nasional masih memerlukan sinkronisasi dan harmonisasi dengan stakeholder terkait, baik itu Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN), kepolisian, Badan Intelijen Negara, Kejaksaan Agung, hingga Kementerian Komunikasi dan Informatika.
Anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanty, menegaskan hal itu dalam diskusi forum legislasi bertajuk "Progres Percepatan Pengesahan RUU Keamanan dan Ketahanan Siber (KKS)?" di Ruang Media Center, Gedung DPR RI, Selasa, 13 Agustus 2019.
“RUU ini masih memerlukan sinkronisasi dan harmonisasi karena dikhawatirkan ada tumpang tindih peraturan. Oleh karena itu, masih perlu dibahas, duduk bareng bersama pakar,” ujar Evita.
Selain itu, pembahasannya tidak cukup hanya mengatur keamanan dan ketahanan di dalam negeri saja, namun harus mengakomodir perjanjian dengan negara-negara lain. Dengan melihat kompleksitasnya, Evita berharap pembahasan ini tidak dilakukan dengan buru-buru. Apalagi jika RUU ini kemudian akan menjadi payung hukum yang dapat menganulir undang-undang sebelumnya.
“Kalau hanya untuk melegitimasi BSSN, yah, tidak perlu karena keberadaan badan ini sudah diatur dalam Perpres,” kata Evita.
Senada dengan pernyataan itu, Ketua Lembaga Riset Keamanan Cyber & Komunikasi CISSReC, Pratama Persadha sependapat jika pembahasan RUU KKS tidak tergesa-gesa. Dia sendiri telah memetakan pasal per pasal yang kemudian ditemukan banyak masalah. Oleh karena itu, RUU Ketahanan dan Keamanan Siber masih butuh waktu dan pembahasan lebih komprehensif.
“Setuju jika RUU ini perlu, tetapi jangan terburu-buru,” katanya.
Dia berharap, jika telah disahkan kelak, undang-undang ini bisa melindungi seluruh institusi di Indonesia termasuk warga negaranya sehingga ketika berada di dunia maya, masyarakat tetap merasa nyaman. (*)