INFO DPR - Anggota Komisi I DPR RI Evita Nursanty menegaskan jika tidak ada dasar hukum bagi Komisi Penyiaran Indonesia atau KPI melakukan pengawasan terhadap Netflix dan Youtube. Sebab, mereka bukan perusahaan yang terdaftar di Indonesia, melainkan perusahaan asing.
Dikatakan Evita di Gedung DPR RI, Selasa, 13 Agustus 2019, tidak bisa KPI memberikan sanksi bagi perusahaan asing. Sanksi hanya diberikan jika tayangan di Youtube atau Netflix mengandung konten yang mengganggu ketahanan dan pertahanan, national security. Namun, kewenangan itu telah menjadi ranah Kementerian Komunikasi dan Informatika, bukan pada KPI.
“Di Undang-Undang ITE sudah ada, kita memberi kewenangan itu kepada Kominfo. Mereka bisa take down, minta Youtube untuk men-take down akun-akun tersebut,” ujar Evita.
Diakui Evita, jika dalam rapat bersama KPI dan Komisi I DPR RI beberapa waktu lalu memang telah mengemuka di floor usulan tambahan pekerjaan bagi KPI untuk mengawasi tayangan televisi digital saat ini. Namun, belakangan diketahui jika terjadi persepsi yang salah, pernyataan itu diartikan oleh KPI bahwa mereka ikut mengawasi konten yang ada di Youtube dan Netflix.
“KPI boleh dibilang belum maksimal melakukan pengawasan, mau mengawasi Youtube lagi, mengawasi Netflix lagi. Ini dulu deh, yang di Indonesia, jangan yang asing-asing,” kata Evita.
Masih banyak sekali konten yang harus diawasi, mulai dari konten pornografi, penyebaran radikalisme, termasuk tontonan infotainment yang "tidak aman" bagi anak-anak. Kemudian di televisi digital juga sudah marak dakwah-dakwah tanpa ada yang mengawasi. Dengan teknologi monitoring di KPI, menurut Evita KPI harus melakukan pengawasannya secara maksimal.
“Marak dakwah-dakwah digital, yang benar itu yang mana. Banyak sekali pemahaman radikalisme yang beredar di internet tivi. Nah, bagaimana pengawasannya?” ucap Evita. (*)