Tempo.Co

Mantan Napi Koruptor Dilarang Ikut Pilkada
Rabu, 14 Agustus 2019
Wakil Ketua Komisi II Mardani Ali Sera mengatakan mantan napi koruptor seharusnya dilarang mencalonkan diri di Pilkada.

INFO DPR - Hingga saat ini revisi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada belum masuk prolegnas. Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera mengatakan di Gedung DPR RI, Rabu, 14 Agustus 2019, masih berkembang sejumlah masukan agar undang-undang ini menjadi lebih baik. Kementerian Dalam Negeri sudah melakukan kajian terhadap undang-undang tersebut terutama menyangkut waktu kampanye yang panjang.

“Saya pribadi punya usulan menurunkan syarat 20 persen menjadi 10 persen. Karena faktanya dari pasangan bupati dan wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota, gubernur dan wakil gubernur 67 persen itu pecah pada periode kedua. Jadi, mereka sebetulnya bukan merupakan figure yang sinergis,” katanya.

Menurut Mardani, dengan menurunkan barrier to entry, maka yang masuk kompetisi dalam pilkada akan lebih banyak. Kondisi itu membuat masyarakat semakin leluasa memilih siapa pasangan yang paling tepat memimpin wilayahnya.

Sementara itu, untuk perbaikan undang-undang ini Bawaslu lebih banyak mengaitkannya dengan "pengadilan pemilu". Sementara KPU fokus pada usulan membatasi mantan napi koruptor untuk masuk dalam kompetisi di Pilkada.

Menanggapi masukan dari KPU, pada prinsipnya Mardani sependapat. Bahkan, menurut Mardani, untuk mantan napi koruptor yang telah menjalani masa tahanan definitif di atas lima tahun, dilarang untuk maju dalam pilkada.

“Larang mereka. Memang pelarangan ini hak mereka, mereka kan sudah dihukum, mantan narapidana. Tetapi, hak publik untuk mendapatkan seleksi yang baik di awal sehingga tidak garbage in, garbage out,” ujar Mardani.

Dengan banyaknya usulan dari stakeholder, dia yakin jika semua ingin melakukan perubahan undang-undang ini. Mardani berharap, kendati saat ini Komisi II tengah fokus menyelesaikan pembahasan RUU Pertanahan, pembahasan dalam revisi UU Pilkada dapat mulai diagendakan sebelum periode kerja DPR RI berakhir. Dalam pertemuan itu dia berharap semua masukan dari penyelenggara pemilu dapat menjadi perhatian.

“Menurut saya, KPU dan Bawaslu suaranya harus didengar karena mereka penyelenggara pemilu. Tetapi, saya open to discuss selama argumentasinya kuat,” kata Mardani.(*)