INFO DPR - Rencana amandemen terbatas UUD 1945 harus dilakukan dengan kesepakatan dan kajian mendalam. Menurut Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon, UUD 1945 memang telah teruji dapat dilakukan perubahan. Namun, menurutnya, yang perlu diubah saat ini adalah mengembalikan naskah historis seperti sebelumnya.
“Kami berkepentingan agar naskah historis dikembalikan dulu ke aslinya, addendum disertakan dalam proses amandemen. Penjelasan UUD 1945 telah dibuang, dikembalikan dong, itu tidak bisa dipisah sebagai sebuah naskah historis UUD 1945. Pada awal perubahan itu dilakukan karena masih euforia, maka penjelasannya dibuang padahal penjelasan itu sangat penting,” ujarnya.
Dia tidak menampik jika saat dilakukan amandemen terbatas akan terbuka kotak pandora. Namun, jika ada kesepakatan nasional dan didudukkan bersama, maka tidak ada salahnya dilakukan amandemen terbatas, bahkan jika kemudian amandemen itu akan menyoal batasan bagi masa jabatan presiden hingga persoalan pemilihan langsung.
“Harus ada kontemplasi supaya jangan mengubah untuk kepentingan sesaat jangka pendek atau kelompok saja. Jadi, harus dibuka opsinya lebih besar, bukan hanya satu dua pasal, tetapi termasuk yang lain-lain. Kalau harus membuka kotak pandora kenapa tidak?” kata Fadli Zon.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi II DPR RI Mardani Ali Sera, mengatakan bahwa dari beberapa diskusi amandemen ini seperti membuka kotak pandora. Menurutnya, sebelum menyiapkan mitigasi sebaiknya dipikir ulang tentang rencana amandemen.
“Karena ketika kotak pandora ini dibuka, maka keluarlah semua evil, semua penumpang gelap, semua ide yang uncontrollable. Jujur kondisi sekarang ini ada situasi yang tidak kondusif di mana kekuatan oposisi atau penyeimbang tidak kuat, sehingga kemungkinan ada pasal-pasal yang quote and unquote yang bertentangan dengan niat founding fathers kita, niat semangat reformasi,” ujar Mardani.
Dia menyontohkan bagaimana dalam reformasi telah disepakati untuk membatasi kekuasaan presiden cuma lima periode. Ketika amandemen UUD 1945 dibuka lagi, dikhawatirkan kepastian masa jabatan presiden tidak bisa lagi ‘dikunci’ di dua periode.
Selain itu, situasi politik saat ini menurut Mardani tidak tepat jika dilakukan amandemen UUD 1945. Sebab, kondisi perpolitikan masih terbelah. Dalam posisi peluang koalisi yang sangat gemuk dan sangat besar bukan waktu yang ideal untuk membahas tentang perubahan konstitusi dasar Indonesia.
“Gambarannya bisa jadi cuma menyisakan satu atau dua oposisi, menurut saya tidak ideal. Yang ideal kalau kita mau membuat amandemen, ada pemerintahan yang kuat didampingi oposisi yang kuat dengan 40:60 masih bagus, 45:55 lebih bagus,” kata Mardani. (*)