Tempo.Co

Biarlah Partai Gerindra Tetap Menjadi Oposisi
Rabu, 14 Agustus 2019
Dialektika Demokrasi dengan tema 'Tebak-Tebakan Isi Kabinet Jokowi, Parpol Non Parlemen Dilibatkan?'

INFO DPR - Menurut pengamat politik dari Universitas Indonesia Ari Junaidi, dalam sebuah pemerintahan, oposisi harus tetap kuat. Partai Gerindra diharapkannya tetap menjadi kubu "lawan" pemerintah sehingga pemerintahan semakin kukuh.

“Oposisi harus tetap kuat, biarlah Partai Gerindra tetap di oposisi, kasihan PKS sendirian, jomblo, begitu juga PAN dan Demokrat,” kata Ari dalam diskusi Dialektika Demokrasi bertajuk "Menebak Calon Menteri Jokowi dari Parpol atau Non Parpol", di Media Center Gedung DPR RI, Kamis, 15 Agustus 2019.

Oleh karena itu, menurut Ari, posisi menteri seharusnya diberikan hanya kepada pemenang pemilu saja. Idealnya, partai yang tidak lolos dalam pemilu seharusnya tidak mendapat bagian di kabinet, seperti PKPI maupun PSI.

“Harusnya PKPI, maupun PSI, wassalam. Ini tantangan bagi Pak Jokowi,” kata Ari.

Dikatakannya yang tidak soal jika menteri pilihan Presiden Joko Widodo atau Jokowi berasal dari kalangan profesional maupun politisi ataupun usia muda dan bahkan lebih tua. Sebab, endorse dari partai politik tidak bisa dinafikan jika banyak profesional juga yang berafiliasi dengan partai.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai PDIP di DPR Effendi Simbolon berharap Presiden Joko Widodo tidak lagi memilih Sri Mulyani menjadi Menteri Keuangannya atau mengurusi perekonomian Indonesia. Saat ini pertumbuhan ekonomi 5 persen tidak bisa dikategorikan membaik. Seharusnya Indonesia mengalami kenaikan hingga 7 persen. Selain itu, masih banyak pekerjaan lain yang harus dilakukan seperti meningkatkan lapangan kerja, menghilangkan peredaran narkoba, sampai meningkatkan  pendidikan Indonesia agar berstandar internasional.

Effendi menilai seharusnya Jokowi memberikan kehormatan pada partai untuk mengisi kabinetnya. Sehingga ke depan, partai politik punya tanggung jawab memperbaiki kualitas sumber daya manusia kader-kadernya.

Kemudian, Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Nasdem Johny G Plate mengatakan dalam unsur kabinet, Indonesia harus menganut demokrasi bermartabat. Demokrasi bermartabat itu, kata Johny, adalah memiliki rasa malu terhadap integritas, terhadap komitmen dan konsistensi. Jika melihat rekam jejak di masa lalu, sejak 2014, Johny mengakui jika dukungan Partai Nasdem untuk memenangkan Jokowi menjadi presiden adalah tanpa syarat.

“Karena itu kabinet Jokowi perlu diisi professional dari partai politik maupun bukan dari partai politik,” kata Johny.

Dia juga menanggapi posisi jaksa agung yang selama ini dipegang oleh kader dari Partai Nasdem yang rencananya akan diganti. Menurut Johny sah saja sebab perubahan dan penunjukan komposisi kabinet adalah hak prerogratif presiden.

“Presiden Jokowi tahu, siapa yang terbaik untuk pembantunya. Kejagung itu, yang terpenting keluarga adhyaksa. Mau dari luar parpol, profesional, atau PNS, selama adhyaksa tidak masalah. Jangan sampai menyerang Nasdem dengan argumen imajinatifnya justru karena mengincar jabatan Kejaksaan Agung,” ucapnya, menjelaskan.

Bahkan kata Jhonny, kalaupun Partai Nasdem tidak mendapat jatah satu menteri pun tidak akan mengurangi dukungan Nasdem kepada Jokowi–Ma’ruf Amin.

“Tak dapat menteri satu pun Nasdem tetap kawal pemerintahan Jokowi. Sebaliknya, kalau dapat satu dua orang kader Nasdem di kabinet, maka mereka ini harus keluar dari partai, agar fokus bekerja,” kata Johny. (*)