Tempo.Co

Indonesia Perlu Menata Kekuatan
Senin, 26 Agustus 2019
Kebijakan pertahanan dan keamanan negara pasca perang dingin tidak lagi berfokus pada isu persaingan ideologis blok barat dan timur.

INFO DPR - Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengingatkan kepada kaum muda bahwa kebijakan pertahanan dan keamanan negara pascaperang dingin tidak lagi berfokus pada isu persaingan ideologis blok barat dan timur. Arus demokratisasi dan interdependensi, serta isu lingkungan memegang peranan penting dalam mengubah pola interaksi antarnegara di mana semuanya terangkai dalam konstruksi globalisasi sebagai impuls utamanya. 

“Perubahan fokus isu secara signifikan mengubah peta geopolitik dan geostrategi hampir di seluruh kawasan, diikuti instabilitas yang potensial menjadi ancaman bagi eksistensi sebuah negara. Kondisi tersebut memaksa seluruh negara untuk menata ulang sistem keamanannya. Isu keamanan menjadi lebih komprehensif dan berorientasi global,” ujarnya saat membuka Musyawarah Nasional ke-2 Pengurus Pusat Satuan Siswa, Pelajar, dan Mahasiswa (Sapma) Pemuda Pancasila, di Jakarta, Jumat, 25 Agustus 2019. 

Dia menjelaskan perkembangan teknologi informasi dan telekomunikasi, serta teknologi transportasi telah mempercepat arus informasi, arus finansial global, dan mobilitas manusia. Berbagai fenomena perubahan tersebut potensial menjadi ancaman bagi keamanan suatu negara. Ancaman tidak hanya dalam bentuk fisik, tetapi ancaman nonfisik seperti penanaman nilai-nilai kehidupan asing yang dapat menjadi alat penghancur entitas sebuah peradaban bangsa.

“Untuk menghadapi perkembangan ancaman yang makin beragam, Indonesia perlu menata kembali kekuatannya. Dalam konteks pertahanan negara, permasalahan ini tidak cukup ditangani hanya dari aspek kekuatan utama militer saja. Untuk membangun ketahanan nasional setidaknya ada tiga pilar yang harus saling terkait, yaitu pemerintahan, rakyat, dan militer. Ketiganya dijalin dalam simpul untuk memperkuat sebuah negara. Pemerintah dengan rakyat diikat dengan simpul ideologi," kata Bambang.

Kadder Sapma Pemuda Pancasila harus sepenuhnya menyadari bahwa setiap warga negara dalam lapisan masyarakat secara bersama-sama harus memperoleh dan menggunakan kesempatan yang sama di dalam peran sertanya membela negara. Beban besar membangun kekuatan pertahanan negara akan lebih ringan apabila ada gerakan sinergi dari seluruh komponen bangsa.  

“Bela negara dapat dilakukan melalui jalur formal dan jalur non formal. Terkait jalur formal, saat ini DPR RI tengah bersiap bersama pemerintah menyusun RUU tentang Pengelolaan Sumber Daya Manusia untuk Pertahanan. Pada saat RUU ini menjadi undang-undang, maka para Sapma Pemuda Pancasila perlu mempelajarinya dengan seksama, sehingga dapat memahami prosedur-prosedur yang ada apabila berminat untuk mengabdikan diri melakukan bela negara," ujar Bambang.

Sedangkan jalur informal, dapat membekali diri dengan ilmu pengetahuan dan basis ideologi yang kuat tentang pentingnya Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia.

"Pemuda Pancasila harus menyadari juga bahwa kondisi masyarakat yang multikultur ini memiliki suatu kelemahan, yaitu rentan terhadap konflik horizontal yang mengakibatkan disintegrasi bangsa," kata Ketua DPR RI.

Menurut Bambang, konflik horizontal adalah konflik antarkelompok atau masyarakat yang didasari atas adanya perbedaan identitas seperti suku, etnis, ras, dan agama. Konflik horizontal yang bersifat massal biasanya diawali dengan adanya potensi konflik yang kemudian berkembang dan memanas menjadi ketegangan, sampai akhirnya pecah menjadi konflik fisik.

Sikap patriotisme perlu disalurkan melalui cara-cara yang positif. Dibutuhkan kanalisasi yang baik agar semangat juang bangsa Indonesia dapat diarahkan untuk tujuan yang mulia dan jangan sampai semangat patriotisme warga negara disalurkan melalui gerakan, tindakan, atau kelompok-kelompok dengan melakukan tindakan vandalisme. (*)