Tempo.Co

Dispute, Pimpinan DPR Gelar Rapat terkait Seleksi BPK
Senin, 26 Agustus 2019
Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah mengatakab ada sejumlah perbedaan pendapat terkait fit dan proper test calon pimpinan BPK.

INFO DPR - Pimpinan DPR RI dan Komisi XI DPR menggelar rapat Badan Musyawarah terkait seleksi pimpinan BPK. Wakil Ketua DPR RI Fahri Hamzah, mengatakan pertemuan internal yang digelar di Ruang Rapat Pimpinan DPR RI, Senin, 26 Agustus 2019 adalah untuk memeriksa kembali beberapa masukan terkait rencana fit and proper test pimpinan BPK. 

Dijelaskan Fahri, rapat Bamus terkait seleksi pimpinan BPK ini digelar lantaran Pimpinan DPR berkesempatan untuk menyampaikan kajian hukum dan administrasi terkait mekanisme surat menyurat dengan lembaga lain atau secara internal. Sebab, telah terjadi dispute surat menyurat antara Komisi XI DPR RI dengan pimpinan.

“Kami di pimpinan tidak berani menandatangani sembarang surat. Kan kewenangan menandatangani surat ini ada di Pak Taufik (Kurniawan). Pak Taufik tidak ada, artinya salah satu pimpinan harus mengambil tanggung jawab itu. Kami juga tidak mau menandatangani surat yang kami anggap ada prosedur di sini. Ini akan dikembalikan ke Komisi, saya kira. Komisi akan mengambil keputusan,” ujar Fahri.

Kendati demikian, Komisi diingatkan terkait kewenangannya itu. Agar ketika melakukan seleksi alatnya tidak boleh political appointee.

“Alatnya itu mesti kepakaran maka dibentuk pansel, itu yang kami ingatkan tadi. Tidak boleh diborong. Kalau misalnya diborong penilaiannya ke ujung, tarik semua ke fit and proper test sebab itu penilaian politik. Di situ ada penilaian subjektif, ada penilaian objektif, ada penilaian macam-macam dicampur, itulah fit and proper test,” katanya.

Menurut Fahri, akan ada sedikit perbedaan pendapat tentang mekanisme fit and proper test. Karena secara umum tes itu dilakukan dalam tiga tahapan, salah satu tahapan administrasi sifatnya objektif tidak bisa dibantah.

Sementara itu, yang bersifat subjektif seperti visi misi tertuang dalam makalah dan wawasan. Dua hal inilah akan dinilai dalam forum fit and proper test sebagai forum politik penilaian.

“Tadi ada usulan agar mekanismenya sedikit diperbaiki khususnya metode kedua penilaian terhadap wawasan visi misi dan lain sebagainya itu. Dua metodenya. Satu, kalau tidak dibentuk panitia khusus yang independen, maka prosesnya ditarik saja ke fit and proper test. Itu metodenya tadi. Ini pembacaan kita tentang tata tertib dan lain-lain,” kata Fahri.

Menurut Fahri, hasil rapat ini masih akan disampaikan lagi ke Komisi XI. Karena, dalam ketentuan undang-undang, Komisi mempunyai kewenangan melakukan seleksi secara administratif.

“Namun, terkait dengan tes wawasan dan lainnya ada dua opsi, yakni membentuk pansel tetapi waktunya sudah tidak ada. Atau, ditarik saja ke dalam proses fit and proper test,” ucapnya.

Dengan waktu yang terbatas ini, menurut Fahri seleksi calon pimpinan KPK tidak mungkin lagi dilakukan oleh Pansel. Seleksi dengan fit and proper test dinilai lebih tepat.

Dengan kondisi ini, Fahri mengatakan ke depan harus ada ketegasan bahwa setiap fit and proper test di DPR melalui tiga tahapan seleksi. Seleksi administrasi yang dilakukan oleh sekretariat jenderal dari alat kelengkapan masing-masing, baik itu di komisi maupun di badan. Yang kedua, seleksi terkait wawasan, visi dan misi diserahkan kepada satu panitia yang dibentuk independen.

“Ketika semua proses administrasi dan wawancara ini selesai barulah di ujung, fit and proper test. Di situ, silahkan politik yang bermain, memang undang-undang memberikannya kepada lembaga politik,” ujar Fahri Hamzah. (*)