Tempo.Co

Hidayat Nur Wahid Dorong Presiden Sahkan RUU Pesantren
Kamis, 17 Oktober 2019
Anggota DPR RI Hidayat Nur Wahid mendorong Presiden untuk mengesahkan RUU Pesantren.

INFO DPR — Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS), Hidayat Nur Wahid, mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menandatangani dan mengesahkan RUU Pesantren menjadi undang-undang (UU) sebelum 22 Oktober 2019.

Apabila penandatanganan dan pengesahan RUU Pesantren dilakukan sebelum berakhir masa jabatan periode pertama Presiden Jokowi pada 20 Oktober 2019 atau pada hari pertama periode jabatannya yang kedua justru lebih baik. 

“Itu sebagai kado bagi pesantren dan santri yang akan memperingati Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2019,” ujarnya di Gedung DPRI, Rabu, 16 Oktober 2019.

Momentum perayaan Hari Santri Nasional pada 22 Oktober 2019 berdasarkan Keppres No. 22 Tahun 2015 perlu menjadi pertimbangan untuk penandatanganan dan pengesahan RUU Pesantren karena tanggal tersebut merupakan salah satu catatan sejarah emas ummat Islam di Indonesia dalam mempertahankan kemerdekaan. Hal ini terkait dengan dideklarasikannya resolusi jihad oleh pendiri Nahdlatul Ulama KH Hasyim Asyari untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari Belanda. 

Hidayat menjelaskan, bila mengacu ketentuan Pasal 20 ayat (5) UUD Negara Republik Indonesia 1945 dan Undang-Undang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan serta peraturan pelaksananya, Presiden memiliki waktu 30 hari untuk mengesahkan RUU yang telah disepakati oleh DPR dan Presiden di Rapat Paripurna.

"RUU Pesantren sudah disetujui di Rapat Paripurna pada 24 September 2019 lalu. Jadi, apabila Presiden menandatangani RUU ini sebelum 22 Oktober 2019 berarti masih dalam tenggat waktu 30 hari tersebut," ujarnya. 

Lebih lanjut, Hidayat menambahkan ketentuan konstitusi dan undang-undang memang juga menyebutkan bahwa apabila dalam jangka waktu 30 hari, RUU yang telah disetujui bersama oleh DPR dan Presiden, tetapi tidak disahkan Presiden, maka RUU tersebut akan otomatis berlaku menjadi undang-undang. Meski begitu, sebaiknya Jokowi segera membubuhkan tanda tangan pengesahannya sebagai penghormatan kepada pesantren. 

Selanjutnya, Hidayat menuturkan bahwa setelah pengesahan, pemerintah harus menjalankan isi dalam RUU Pesantren ini secara konsekuen, termasuk dalam membuat peraturan pelaksananya.

“Kami di FPKS DPR RI akan mengawal agar implementasi Undang-Undang Pesantren kelak dapat memberi masalahat bagi seluruh stakeholders pesantren, sebagaimana tujuan awal undang-undang tersebut dibuat,” ujarnya.

Hidayat menambahkan RUU Pesantren yang telah disetujui ini telah mengakomodasi keragaman aspirasi dari Organisasi Kemasyarakatan (Ormas) Islam dan pesantren yang ada di Indonesia, yakni pesantren yang ajarkan Kitab Kuning, pesantren memakai sistem Kuliyatul Mu’allimin/Pesantren Mu’adalah dan pesantren yang mengintegrasikan pendidikan umum dan pendidikan agama. 

RUU Pesantren merupakan salah satu RUU yang disetujui di akhir masa jabatan DPR Periode 2014–2019 pada akhir September 2019 lalu. Beberapa RUU lainnya yang disetujui berdekatan dengan RUU Pesantren, seperti Undang-Undang Pekerja Sosial dan Undang-Undang Perubahan Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, telah disahkan presiden dan diberi nomor sebagaimana diakses dari situs resmi Sekretariat Negara. (*)