Tempo.Co

Tiga Opsi Merevisi Lagi Undang-Undang KPK
Kamis, 17 Oktober 2019
Anggota DPR RI Johny G Plate mengatakan jika revisi UU KPK sudah diundangkan maka harus ditaati.

INFO DPR — Anggota DPR RI, Johny G Plate, mengatakan seluruh warga negara dan institusi negara termasuk pelaksana undang-undang harus melaksanakan undang-undang yang telah disahkan. Begitu juga halnya revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sudah disahkan menjadi undang-undang.

“Kalau dia sudah menjadi undang-undang maka dia harus ditaati oleh seluruh warga negara dan oleh seluruh institusi negara termasuk KPK sebagai pelaksana undang-undang,” kata Johny di Gedung DPR RI, Kamis, 17 Oktober 2019.

Dikatakannya, apabila ada pasal-pasal yang menurut pertimbangan masyarakat tidak cocok atau kurang tepat, ada salurannya melakukan judicial review ke Mahkamah Konstitusi (MK). Putusan MK itu bersifat final dan mengikat, seluruhnya harus terima.

Setelah itu apabila masih ada yang perlu diperbaiki, dikatakan Johny, perbaikan dapat dilakukan melalui proses legislative review sebagaimana revisi undang-undang yang biasa dilakukan antara pemerintah dan DPR. Kemudian, ada pilihan lain yakni menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perpu) yang menjadi kewenangan presiden. DPR, katanya, hanya bisa menindaklanjuti apabila presiden telah menerbitkan Perpu.

“Sebelum itu bukan menjadi domain DPR, itu domain presiden. Kami sih saat ini menilai tidak urgent menerbitkan Perpu,” katanya.

Johny menilai jika saat ini lebih tepat jika mekanisme dilakukan melalui mekanisme judicial review sebab putusan MK itu bersifat final and mengikat. Sebab, jika menunggu Perpu dipastikan akan terjadi proses panjang lantaran presiden akan menghitung dengan tepat, akankah DPR menerima atau menolak? Karena itu memang mekanisme dalam proses itu.

“Apabila DPR menolak akan menempatkan–tidak saja presiden tetapi DPR juga– disudutkan dan menimbulkan kekisruhan politik baru, saya kira ini tidak kita kehendaki. Cara yang paling baik saat ini adalah judicial review dan saya juga meyakini para pegiat anti korupsi sudah menyiapkannya dan silahkan itu dibawa ke MK,” katanya.

Dalam proses di MK, kata Johny, tentu nanti pemerintah dan DPR sebagai pembuat undang-undang akan berfungsi atau bertindak sebagai defendant atas semua tuntutan itu.  

Hal senada juga dikatakan Ahmad Riza Patria bahwa setelah disahkan oleh DPR sekarang posisi Undang-Undang KPK itu ada pada ranah pemerintah, di "tangan" presiden. DPR kata Riza pada posisi yang tidak akan mencampuri terkait Undang-Undang KPK. Ada tiga opsi untuk melakukan perubahan dalam undang-undang itu, yakni pemerintah mengeluarkan Perpu. Opsi kedua adalah dilakukan revisi kembali, yakni diajukan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas kembali dan disahkan kembali setelah ada titik temu. Kemudian, opsi ketiga, yakni warga negara siapa saja, masyarakat termasuk mahasiswa boleh melakukan judicial review kepada MK.

“Posisi kami menghormati hak-hak masing-masing, silahkan gunakan mekanisme jalur undang-undang yang konstitusional, kita tunggu saja,” kata Riza Patria. (*)