Tempo.Co

Lembaga Peradilan dalam Pusaran Korupsi
Kamis, 26 Mei 2016
Di Indonesia, banyak hakim tersangkut kasus suap. Masalah ini harus segera diatasi.

INFO DPR - Hakim dan Mahkamah Agung adalah garda terdepan penegak keadilan. Sayangnya, di Indonesia, banyak hakim, level mulai daerah hingga di Sekjen Mahkamah Agung, tersangkut kasus suap.

DPR siap mendukung evaluasi dan transparansi kehakiman untuk peradilan yang bersih dan berwibawa.  Aturan tentang kinerja hakim dan peradilan yang bersih diusulkan diatur dalam bentuk peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu).

Dalam diskusi dialektika demokrasi “Lembaga Peradilan dalam Pusaran Korupsi”, anggota Komisi III, Asrul Sani, mengatakan fenomena korupsi di lingkaran pengadilan ibarat gunung es. Harus dilakukan upaya pembaruan peradilan di Indonesia.

Dalam sebuah bincang-bincang,  seorang public lawyer dari Ukraina pernah mengatakan, bila eksekutif dan legislatif  korupsi, negara tetap berdiri, meski terhuyung-huyung. Tapi, jika korupsi dilakukan oleh yudikatif, patutlah negara dilikudiasi, diambil alih.

Karena itu, secara radikal, Ukraina membersihkan korupsi di lingkungan pengadilan dengan menggelar ulang tes penerimaan bagi 5.000 orang dari 10.270 pekerja di pengadilan.

Menurut Sani, Indonesia perlu melakukan langkah radikal untuk memberantas korupsi di lingkungan pengadilan. Bahkan, dalam perppu yang diusulkan, harus disebutkan hakim perlu memperbaiki kinerjanya dan perilaku dengan standar etik yang lebih tinggi.

Kinerja profesional hakim dinilai oleh komisi yudisial. Setelah dievaluasi, persetujuan untuk diangkat kembali baru layak dikeluarkan. Meski demikian, sebenarnya pertanggungjawaban kinerja hakim lebih tinggi.

Sementara itu Hakim Agung di MA Gayus Lumbun mengatakan  jika peradilan saat ini mengalami goncangan akibat korupsi. Sebanyak 30 hakim dari 340-an hakim terlibat dalam operasi tangkap tangan  KPK.

Diakuinya, hal ini disebabkan oleh kesalahan pemimpin MA dalam mengelola organisasi kehakiman. Sebanyak sepuluh pemimpin MA membawahi 300 lebih peradilan di seluruh Indonesia.

Dia menceritakan kasus Sekjen MA Nurhadi yang diciduk KPK.  Nurhadi justru sedang dalam promosi dipindahkan ke kota besar, dari daerah asalnya di Bengkulu, Sumatera. Tim promosi dan mutasi  yang menangani posisi dan jabatan para hakim di daerah tersebut dipastikan tidak lagi mempertimbangkan rekam jejak, latarbelakang, prestasi, pengalaman hakim, dan sebagainya.

Persoalan peradilan  juga tercermin dalam pemilihan pemimpin hakim MA. Sebelumnya, ada 31  hakim yang pro reformasi. Namun, menjelang pemilihan, angka itu terus berkurang hingga tersisa 18 orang.

Anggota Ombudsman Laode Ida menilai, korupsi di kalangan kepala penegak keadilan ibarat kepala ikan. Kalau busuk, berarti seluruh tubuh ikan juga sudah tidak bagus lagi.

“Jadi MA harus diamputasi. Kalau Presiden Joko Widodo membiarkan, berarti terjebak dalam pembusukan peradilan negara ini. Kalau faktanya MA seperti ini, tidak ada harapan lagi bagi penegakan keadilan di negara ini, artinya hopeless,” ucap Laode.