Tempo.Co

DPR Pertanyakan Keberadaan Beras Impor ke Bulog
Selasa, 07 Juni 2016
Beras impor yang masih ada tahun ini merupakan stok beras impor tahun lalu.

INFO DPR - Ketua DPR RI Ade Komarudin dalam kunjungannya ke Gudang Bulog Kelapa Gading, Selasa, 7 Juni 2016 mempertanyakan soal keberadaan beras impor ke Direktur Pengadaan Perum Bulog Wahyu. 

"Karena kita tahu dari pemerintah, dalam hal ini kementan selalu mengatakan bahwa ketersediaan beras kita surplus. Tapi ternyata impor masih ada," kata Akom.

Menanggapi pertanyaan Akom, Wahyu mengatakan bahwa itu beras impor yang masih ada tahun ini merupakan stok beras impor tahun lalu yang masih ada. Namun, kata Wahyu, penggunaannya masih diutamakan dari beras dalam negeri. "Tahun lalu pemerintah impor beras karena ada Elnino. Jadi itu untuk mengantisipasi saja," tutur Wahyu.

Jadi, kata Wahyu, untuk tahun 2016 ini Bulog belum mendapat izin untuk melakukan impor. Lagi pula, produksi gabah tahun ini diprediksi masih mencukupi.

Bulog tahun lalu mendapat izin impor beras sebanyak 1,5 juta ton yang impornya secara bertahap. Menurut Wahyu, impor tersebut berakhir pada bulan Maret 2016. Jatah impor itu terealisasi 100 persen. "Jadi tahun ini belum ada rencana impor lagi," katanya.

Selain itu Akom juga mempertanyakan soal harga beras impor yang selalu lebih murah dari beras lokal. "Kita juga ingin selidiki kenapa beras lokal itu lebih mahal dari beras impor. Ternyata itu mata rantainya. BPS menemukan mata rantai beras impor itu cuma satu dua kali saja. Sementara beras lokal 7-8 kali mata rantainya. Nah ini membuat inefisiensi beras lokal," kata Akom.

Wahyu mengakui bahwa harga beras lokal memang jauh lebih mahal dibanding beras impor seperti dari  Thailand dan Vietnam. Menurut Wahyu, selain banyaknya mata rantai, hal itu disebabkan luas lahan petani lokal yang sempit, sementara petani tidak bisa membeli pestisida dan pupuk dalam jumlah kecil sesuai kebutuhan. Mereka harus membeli pestisida dan pupuk dalam jumlah yang sudah ditetapkan. "Ini membuat petani kita menjadi tidak efisien. Sedang di negara lain kan bisa lebih efisien, karena ada pengelolaan yang lebih terintegrasi dari mereka," ujar Wahyu.

Untuk memangkas mata rantai distribusi beras, Bulog saat ini telah mengembangkan lumbung pangan desa dengan konsep membuat gudang di desa. "Begitu panen, kita langsung membeli gabah kering gilingnya dan langsung kita simpan di gudang. Ketika dibutuhkan untuk raskin baru kita keluarkan dari gudang. Sehingga inefisien di Bulog sendiri, dan mata rantai kepotong panjang," katanya.

Dalam melakukan sidak ini, Akom didampingi Wakli Ketua DPR RI Agus Hermanto, Wakil ketua Komisi IV DPR RI Herman Chairun, dan Ketua Komisi VI DPR RI Teguh Juwarno. (*)