Tempo.Co

DPR Soroti Kartel Daging Sapi
Jumat, 10 Juni 2016
Kebijakan impor sapi bakalan lebih efisien daripada daging sapi beku.

Wakil Ketua Komisi IV DPR Viva Yoga Mauladi menilai, sudah saatnya Indonesia mengimpor sapi bakalan untuk menghindari praktek kartel perdagangan yang membuat harga daging melambung tinggi. Hal itu disampaikannya saat menjadi pembicara Dialektika Demokrasi bertema “Presiden Jokowi dan Kartel Daging Sapi” di Media Center DPR, Senayan, Jakarta, Kamis, 9 Juni 2016. Selain Viva, hadir anggota Komisi IX, Muhammad Iqbal. Wakil Ketua MPR Osman Sapta Odang juga datang sebagai pembicara.

Menurut Viva, kebijakan impor sapi bakalan lebih efisien dibandingkan daging sapi beku. “Sudah saatnya pemerintah mengimpor sapi bakalan untuk diternak sebagai pengganti daging impor beku,” ujar Viva. “Saat ini belum ada impor sapi bakalan. Tidak ada tanda-tanda peternakan sapi di daerah Jawa, tapi ada kapal ternak untuk mengambil sapi-sapi dari NTT,” ujarnya.

Selain itu, Muhammad Iqbal menilai, pemerintah lamban mengantisipasi minimnya stok daging sapi menjelang Lebaran. "Seharusnya impor dilakukan awal bulan, tapi karena telat, harga daging jadi naik,” tuturnya. Konsumsi daging nasional dicatat mencapai 600 ribu ton atau sekitar 3,9 juta ekor, sedangkan stok daging nasional sekitar 350 ribu ton. Indonesia mengalami kekurangan daging 250 ribu ton.

Karena itu, Iqbal mengingatkan pemerintah mampu menghitung berapa stok dan kebutuhan daging. "Ada beberapa hal dalam jangka panjang, saya kira penggemukkan dan produksi sapi harus ditingkatkan. Kalau kita ingin tahun depan tak ingin kenaikan kembali terulang, pemerintah harus menghitung benar berapa stok dan kebutuhan nasional," katanya.

Selain itu, Iqbal mengingatkan pemerintah memperhatikan kesehatan dan kualitas daging sapi impor. "Di satu sisi pemerintah ingin harga stabil, tapi di sisi lain sapi-sapi itu disuntik oleh hormon sehingga pengaruhi kesehatan kita. Pemerintah harus menjaga kualitas dan kesehatan daging agar terjaga," ucap Iqbal.

Sementara itu, menurut Oesman, harga daging dari tahun ke tahun terus naik karena ada permainan sejumlah perusahaan yang melakukan kartel. Karena itu, dia meminta pers berani membongkar permainan kartel daging tersebut. “Pers harus berani menulis dan terus mengkritik soal daging ini,” tutur Oesman. (*)