Tempo.Co

Dana Otsus Papua Harus Transparan
Selasa, 14 Juni 2016
Otsus seharusnya mengurusi pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan infrastruktur

Otonomi Khusus (otsus) di Papua dibahas oleh Tim Pemantau DPR RI Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus, Aceh, Papua, dan D.I.Yogyakarta, Senin 5 Juni 2016 di Ruang Rapat Pimpinan DPR RI. Tim yang dipimpin Wakil Ketua DPR RI Fadli Zon ini mendengarkan masukan-masukan dari Sekjen Dewan Presidium Papua Thaha Alhamid, mantan Polda Papua Komjen Tito Karnavian, Ketua DPD PDI Perjuangan Papua Barat 2010-2015 Jimmy Demianus Ijie.

Jimmy mengatakan Papua otsus Papua harus difokuskan pada pembangunan pendidikan dan memberikan sejumlah kekhususan dalam hal politik. Dia menyontohkan bagaimana pemilihan wakil rakyat di Papua seharusnya berbeda dengan sistem pemilihan secara nasional. Dengan kekhususannya, Papua menggunakan sistem atau model pemilihan Anggota DPR RI yang dilakukan secara langsung dengan vote atau mix vote professional seperti Amerika atau Selandia Baru. Jimmy juga mengatakan kelompok-kelompok yang ingin merdeka di Papua masih akan tetap ada jika kemiskinan dan keterbelakangan melekat di Papua.

Sementara itu, Thaha menyebutkan bahwa otsus bagi Papua adalah pekerjaan sia-sia tanpa hasil, ibarat merebus batu. Otsus yang seharusnya mengurusi pendidikan, kesehatan, pemberdayaan ekonomi rakyat dan infrastruktur, malah tetap berada jauh dari harapan. Dana sebesar 53 triliun yang sudah dikucurkan untuk Papua tidak dapat mengurusi keempat hal itu.

Untuk mengatasi masalah itu, menurut Thaha, dana yang dikucurkan pemerintah pusat harus diterima di kantor khusus. Dana itu dikelola secara transparan, penerimaannya dan seluruh pengeluarannya agar diketahui seluruh rakyat Papua.

“Kenapa dana otsus yang besar tidak pernah sampai ke Papua. Menurut saya, untuk mengurusi dana Otsus, harus dibuat Kantor Otsus, jangan dicampur dengan dana APBD. Otsus banyak gagal karena tidak ada hati di situ,” ujar Thaha.

Otsus tinggal 10 tahun lagi. Dan diharapkan jangan sampai gagal. Ada upaya pembenahan juga yang harusnya dilakukan yakni membenahi para birokrat, perubahan struktur, infrastruktur dan perilaku.

Tito mengatakan selama 2 tahun menjadi Kapolda di Papua, persoalan umumnya disebabkan masalah kesejahteraan, politik internasional dan ideologi. Tito yakin, untuk mengatasinya hanya memberikan perlakuan khusus pembangunan bagi ketertinggalan.

Masukan-masukan bagi Tim Pemantau DPR RI Terhadap Pelaksanaan Undang-Undang Otonomi Khusus, Aceh, Papua, dan D.I.Yogyakarta ini akan segera disikapi. Fadli zon akan memberikan rekomendasi, evaluasi atau yang terkait dengan pemisahan dana akan ditinjau regulasinya.

“Hanya yang pasti kita ketahui, ada masalah di Papua. Dan kami akan segera meninjau ke Papua untuk mengetahui masalah, implementasi dan lain-lain,” ujar Fadli. (*)