INFO DPR - Pansus RUU Pemberantasan Tindak Pidanan Terorisme menyampaikan protes keras kepada pemerintah agar tidak berlebihan menggunakan simbol-simbol Islam sebagai identitas terorisme. Pernyataan ini mencuat saat rapat dengar pendapat dengan Densus 88 dan Direktorat Jenderal Imigrasi.
"Sebaiknya ini diganti, dari meja pimpinan kami protes keras, karena penggunaan lambang gerakan negatif dengan kalimat lailahaillallah muhammadarrasulullah," ujar Ketua Pansus DPR Muhammad Syafi'i di ruang rapat Gedung Nusantara I, Rabu, 15 Juni 2016).
Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini beranggapan, gerakan terorisme yang jelas berdampak negatif tidak sepenuhnya bermotif agama Islam. Namuh sudah tercampur dengan motif lain, seperti ekonomi dan politik.
Senada dengan Ketua Pansus, TB. Hasanudin juga menyarankan agar menghindari penggunaan kata Islam untuk menjustifikasi gerakan teror. Purnawirawan TNI ini menceritakan, semasa dia tugas dulu jika ada kasus yang ada kaitanya dengan agama dan keyakinan dilarang menggunakan kata Islam, harus dengan kode.
"Sehingga secara psikologis gerakan mereka dianggap tidak ada kaitannya dengan muslim. Mereka diajuahi dan dianggap gerombolan. Pemerintah tidak terlalu mengekspos terlalu fulgar kata Islam itu," kata Politisi dari PDI Perjuangan ini seperti dilansir dari laman resmi DPR.
Meskipun dia menyadari saat ini media secara gelobal telah beramai-ramai mengidentikkan gerakan teror dengan Islam, namun sebaiknya Indonesia tidak mengulangi hal tersebut.
Dalam rapat ini Densus 88 menyampaikan tantangan dalam penanganan terorisme di Indonesia saat ini, dalam proses penyidikan banyak perbuatan persiapan yang tidak dapat dipidanakan karena belum ada aturannya. Selain itu juga hate speech dan ajakan untuk melakukan teror yang menginspirasi terjadinya serangan teror juga belum ada aturannya.
Sedangkan Direktorat Jenderal Imigrasi menyampaikan dalam menihilkan gerakan teror di dalam negeri, lembaganya hanya memperbolehkan orang asing yang memberi manfaat serta tidak membahayakan keamanan dan ketertiban umum masuk dan berada di wilayah Indonesia. (*)