Anggota Komisi VI DPR RI sekaligus Anggota Badan Legislasi DPR RI Rieke Diah Pitaloka mendesak DPR RI segera membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). RUU PKS mendapat dukungan seluruh ormas dan masyarakat, maka RUU PKS yang sudah masuk Prolegnas Prioritas 2016 segera ditindaklanjuti. Ormas yang dimaksud yakni termasuk Komnas Perempuan, Komnas Perlindungan Anak, Komnas HAM, ormas keagamaan dan lain-lain.
Dalam forum legislasi ‘RUU PKS’ di Gedung DPR RI Jakarta, Selasa 21 Juni 2016, bersama komisioner Komnas Perempuan Sri Nurherawati, dan Ketua Komnas Perlindungan Anak Arista Merdeka Sirait, Rieke mengatakan kekerasan seksual yang terus meningkat saat ini membutuhkan perangkat hukum yang bersifat khusus atau lex spcialist. Karena korban PKS tidak hanya perempuan dan anak-anak, tapi juga lelaki dan orang dewasa.
“Jadi, RUU ini untuk semua, bukan saja perempuan,” ujar Rieke.
Sementara itu, Sri mengatakan dari data yang mereka miliki, sebanyak 83 persen korban perempuan menempuh jalur hukum. Akan tetapi, sebanyak 50 persen kasus tersebut berhenti di kepolisian, 40 persen damai dengan mediasi, dan hanya 10 persen berlanjut ke pengadilan.
“Setiap hari ada 35 perempuan menjadi korban. Namun masalah ini sulit diungkap karena di pengadilan kaum perempuan sulit mengumpulkan bukti. Yang ada hanya visum, sehingga banyak kasus tidak berlanjut di pengadilan,” kata Sri.
Dibutuhkan keberanian untuk melakukan terobosan hukum. Permasalahan ini menjadi babak baru terkait pelanggaran HAM, harkat dan martabat kemanusiaan, dan dampaknya yang luar biasa.
“RUU ini bersifat darurat atau lex specialist. Sehingga dibutuhkan penegak hukum yang khusus. Jaksa, hakim, dan polisi yang khusus, yang mendapatkan pendidikan HAM, gender, dan PKS sendiri,” ujarnya.
Arista Sirait, yang terpenting adalah pidana pokoknya yang harus jelas. Kekerasan seksual bersifat darurat (extra ordinary crime). Hukumannya pun harus membuat jera; minimal 20 tahun, seumur hidup dan hukuman mati seperti yang diatur dalam Pasal 340.
“RUU ini harus komprehensif, visioner untuk melindungi perempuan, anak-anak, dan dewasa, serta memberi sanksi bagi predator-predator seksual,” katanya. (*)